Pages

Sunday, January 23, 2011

Surat Untuk (Pemimpin) Jakarta

untuk Pimpinan Kota tempat saya bekerja dan belajar arti hidup...

Ini adalah sebuah surat pendek dari saya, Bapak Pimpinan yang terhormat. Maaf kalau kurang sopan. Jakarta, kota yang telah 6 tahun menjadi kota dan tempat tinggal serta bekerja. Kota yang makin hari semakin sumpek, rumpek dan ruwet. Kemacetan yang makin parah, banjir kala hujan dan kota yang kotor.
Kemanakah Jakarta yang saya kenal dulu? Pertama kali di tahun 1993, menginjakkan kaki di ibukota sekedar untuk liburan. Kota yang saat itu masih terlihat lebih hijau dengan pepohonan dan bukannya abu-abu seperti sekarang karena pohon beton dan aneka mall yang tumpah ruah hampir ke semua sudut dan pinggiran kota.
Sebenarnya saya bosan. Manusia-manusia yang lain juga sama. Jakarta hari ini, tahun 2011 seperti tumbuh diluar kendali. Ironis, globalisasi memang seperti pisau bermata dua. Teknologi dan jaman berkembang pesat, menyingkirkan sedikit demi sedikit kelangsungan ekosistem alam. Ruang hijau tak banyak  kami temui di sini. Apakah pembangunan mall yang terus menerus itu penting? Rasanya tidak. Sudah terlalu penuh, Pak, ibukota ini dengan pusat-pusat hiburan yang seperti ini. Bukankah Jakarta sudah punya? Terlalu banyak malah.
Kami, warga ini hanya perlu sedikit ruang hijau, sebagai paru-paru kota yang menyaring semua polutan-polutan di udara akibat polusi yang berlebihan. Taman kota, area publik yang memadai itu lebih kami butuhkan.
Oh ya, Bapak Pimpinan yang terhormat, perhatikan juga drainase seluruh kota. Mampet atau tidak. Tak jarang tiap hujan turun muncul genangan dimana-mana. Itu pun kalau Bapak menyebutnya "CUMA" genangan. Namun, kadang banjir juga lho, Pak. Tentunya Bapak yang lebih tahu untuk semua masalah-masalah yang sepertinya klasik namun sangat urgent untuk saat ini.
Saya juga mengeluh soal transportasi yang tidak memadai bahkan carut marut. Apa kabar monorail? Ah, tidak, saya tidak mau membahas itu dulu. Bagaimana Busway? TransJakarta? Pada awalnya dirancang untuk mengatasi kemacetan tapi pada akhirnya jadi salah satu biang macet juga. Maaf ya, Pak. Rasanya akhir-akhir ini busway pun semakin mundur dalam kualitas pelayanannya. Kami terpaksa harus antre, kadang hingga berjam-jam karena tak tersedianya armada atau kurang. Banyak bus yang mogok juga lho, Pak. Maaf, ini sekedar uneg-uneg kami yang masih setia menggunakan moda ini karena memang tak tersedia alternatif lain yang lebih baik. Semakin dibenahi ya, Pak. Jangan sekadar janji-janji manis masa kampanye yang tak jelas juntrungannya di kemudian hari.
Ini hanya harapan kami sebagai warga kota yang ingin Jakarta lebih baik. Semoga Bapak selalu siap menampung aspirasi kami dan bukan tong sampah yang menampung surat ini.

Sekali lagi saya mohon maaf bila kalimat saya kurang sopan. Saya menghargai Bapak sebagai seorang Pemimpin kota yang saya sendiri juga tahu tidak gampang untuk mencari solusi satu persatu persoalan. Namun, bila berkenan untuk itu saya yakin, niscaya Bapak pasti bisa.

Terima kasih, Pak telah meluangkan waktu membaca surat saya.

Hormat saya, Seorang Warga Kota


========================
Edutria, 2011. Untuk Jakarta yang lebih baik. Semoga.
Kumpulan surat-surat yang lain bisa dibaca di sini

No comments:

Post a Comment

Kembang Api

Taman kota dan lalu lalang pekerja ibukota selepas jam kerja. Dia senang sekali mengamati manusia-manusia yang melintas di depannya. Suara k...