Pages

Tuesday, December 4, 2012

Jejak Pikir Sore Hari

Semalam saya bertemu dengan mamanya. Pertama kali sejak saya bertemu dengan beliau lima tahun silam. Waktu itu saya menghabiskan liburan di rumah Arya medio Oktober 2007. Saya sendiri sebenarnya surprise, pun Arya, karena memang sama-sama tidak mengetahui mamanya akan datang ke Jakarta.

Senang rasanya, bahwa jeda hampir lima tahun lebih itu dan beliau masih ingat dengan saya. Hahaha... mungkin Arya sendiri lupa kalau ibunya pernah bertemu dengan saya. Iya, Arya memang kadang-kadang pelupa sih. Tentu saya menghormatinya seperti kepada Ibu saya sendiri. Saya lebih suka memanggilnya dengan "Ibuk", sama halnya beliau yang membahasakan dirinya ketika mengobrol dengan saya diawali dengan, "Ibuk..."

Ah, tiba-tiba saya rindu dengan ibu yang ada di Magelang. Saya sendiri merasakan ada kedekatan hati ketika mengobrol santai dengan beliau. Iya, seperti sedang mendengar ibu menasihati saya.

Ada kata-kata dari mama Arya yang begitu menempel di kepala saya. Membuat saya terdiam lalu beberapa kali merasakan haru. Barangkali memang benar, kedekatan hati seorang ibu dengan anaknya jauh lebih kuat. Beliau berkata begini, "Edo sudah lama kan pisah dari Arya, tapi kalian ini masih bisa tetap dekat dan saling mencari. Sama-sama anak rantau, dijaga ya. Apalagi kalau dua-duanya sudah cocok dari hati."

Saya mengerti sekali maksudnya. Tujuh tahun kami berdua bersahabat. Tujuh tahun jatuh dan bangun, tidak sedikit konflik yang terjadi, tetapi pada akhirnya kami berdua dibawa untuk terus melangkah bersama. Tujuh tahun proses membawa kami dari seorang yang awalnya tidak saling mengenal lalu bertumbuh menjadi sepasang sahabat, hingga akhirnya rasa sayang itu semakin nyata.

Tujuh tahun ke belakang membuat saya tersadar kembali hari ini. Bahwa apa yang selama ini saya cari, telah saya temukan di diri Arya. Seperti menemukan kembali keutuhan diri ketika bersama-sama dengannya. Arya bukan sosok yang terlalu banyak bicara mengenai hati. Namun, saya tahu hati kami berdua telah sama-sama terikat sejak lama. Sorot matanya selalu membuat saya terharu, ada kedalaman perasaan yang bisa saya tangkap di sana. Dia tahu, saya mencintai dan menyayanginya.

Kami, saya ataupun Arya, tak pernah dan bahkan jarang sekali bilang "I love you" semacam itu. Saya lebih suka menunjukkan sikap. Pun dengannya. Saya lebih suka memeluknya dari belakang ketika dalam perjalanan. Menatap matanya lekat-lekat, yang seringnya malah saya sendiri malu ketika beradu tatap dengannya. Hahaha... iya, saya jatuh cinta berkali-kali. Hal yang sama dia lakukan untuk saya. Misalnya kemarin, tiba-tiba saja dia memberi saya sepasang kaos kaki. Dia hanya bilang, "ini kamu pakai aja... yang ini buat aku." Duh, walaupun hanya kaos kaki, tetapi buat saya perhatiannya tetap paling utama. Kok dia seperti tahu saya memang perlu kaos kaki kemarin. Hahaha... lagi-lagi, saya tidak percaya dengan namanya kebetulan. Hal-hal semacam ini yang membuat kami bertumbuh lebih dekat dan semakin dekat. Kami mengetahui apa yang salah satu perlu tanpa harus mengutarakan maksudnya lebih dulu.

Akhirnya kami menghabiskan waktu dengan mengobrol semalam, lalu pergi ke sebuah mall tak jauh dari kost. Jalan-jalan sembari kami membeli makan malam. Menyenangkan, bahwa saya seperti menjadi bagian dari keluarganya. Saya lebih sering menemani mamanya ngobrol karena Arya sudah jalan duluan. Hahaha... kadang-kadang jalannya terlalu cepat. Lalu saya seketika ingin membingkai kebersamaan yang dilalui semalam untuk terus disimpan sebagai kenangan di hati saya.

Karena seberapa jauh pun saya pergi dan berlari, pada akhirnya saya dan Arya tetap saling mencari hingga suatu ketika kami dipertemukan. Dan saya bersyukur karena diperkenankan bertemu dan menjalin cerita dengannya...

Terimakasih, dan saya mencintaimu...

Saturday, October 20, 2012

Residu di Kepala

Kata orang, kita tak pernah bisa mengetahui akan bertemu dengan siapa pada satu hari. Hidup bisa terdiri dari berbagai macam kejutan dan serangkaian kejadian yang seringkali terasa seperti kebetulan bukan kebetulan.


Pagi ini, ketika saya berangkat menggunakan bus TransJakarta -- entahlah, sampai saat saya menulis ini pun masih terasa surreal. Antara nyata atau tidak. Mungkin memang nyata, karena saya juga tidak sedang ada di atas kasur lalu terjaga dari sebuah mimpi. Saya bertemu seseorang dari masa lalu. Seorang mantan. Ah, saya sendiri pun tidak yakin dengan apa yang saya lihat. Namun, hati saya kelihatannya menangkap sebuah geletar tidak asing dari seseorang tersebut. Posisi saya di belakang, dan dia di tengah. Jadi memang tidak secara langsung berdiri di hadapan.


Otak dan pikiran, isi di kepala saya menyuarakan lain. Tidak mungkin. Dan, kok aneh dia terlihat begitu berbeda dari sejak terakhir saya bertemu dengannya -- katakanlah hampir delapan bulan lalu. Tentu, tak ada manusia yang tidak berubah dalam jeda waktu cukup lama tersebut. Saya pun berubah. Saya hanya cukup melihat. Ada niat untuk menyapa, tetapi saya sendiri masih ragu jangan-jangan bukan dia yang dimaksud.


Dia pun demikian. Anehnya, seperti tiba-tiba ngumpet ketika pandangannya tidak sengaja tertuju ke arah saya. Apa ya -- kaya takut atau sungkan ketemu saya. Baiklah, saya pun sambil lalu bersiap turun. Anggap saja, orang lain mirip dengannya. Saya bersikap biasa saja.


Saya berdiri di depannya. Sesekali, dia mencuri tatap pada saya. Atau saya yang pada saat itu terlalu cuek untuk bertegur sapa? Dua-duanya yang masih meletakkan ego di tempat tertinggi lantaran gengsi? Saya pun tidak tahu. Mungkin. Hanya sebuah kemungkinan.


Beberapa saat sebelum turun, dan saya baru sadar dia adalah seseorang yang saya maksud. Berpisah dalam waktu yang boleh dikatakan lumayan lama, tidak membuat saya lupa dengan gerak-geriknya. Kebiasaan, dan lain sebagainya. Hati saya berkata benar, ketika kepala menolak mentah-mentah apa yang disuarakan dari dalam. Saya hanya tak ingin berharap lebih untuk bisa bertemu dengannya sekali lagi. Tidak. Toh, kalau pada suatu waktu ada kesempatan untuk itu, niscaya akan ada sebuah jalan yang terbuka.


Saya turun dari bus, tanpa menengok lagi. Membiarkan dirinya yang seperti ingin menyapa dan melihat saya diam-diam. Namun, pikiran-pikiran dan sosoknya mulai mendistraksi kepala. Semacam mencari kepastian dan sebuah kata "iya" atau "tidak."


Saya segera mengirimkan sebuah pesan, intinya bertanya apa dia yang tadi berada di TransJ. Itu saja. Dan dia membenarkan. Saya tertawa. Ya Tuhan, kok bisa? Ketika dahulu ada keinginan untuk bertemu, jalan kesananya seperti tak terlihat dan terlalu susah dijangkau. Kini, ketika hari ini dan saya sudah tidak punya keinginan untuk itu tiba-tiba saja dia kembali ke hadapan. Hidup ini kadangkala luar biasa, sesuatu (yang pernah kau rindukan) bisa saja dihadirkan tanpa pernah kau siap dengan segala kemungkinannya. Ah, barangkali sudah rejeki saya. Ya sudah. Kita tetap harus bersyukur, kan, untuk setiap peristiwa yang terjadi?


Lalu saya kembali terdiam, sedikit merenung karena kilatan-kilatan masa lalu itu kembali berputar di kepala saya. Kali ini lain, sakit itu sudah tidak ada lagi. Artinya, saya memang sudah siap untuk bertemu sekali lagi dengannya. Sebagai apapun, dan bukan seorang asing.


Barangkali semesta sedang memberi sebuah tanda, bahwa saya ada begitu juga dengannya. Tidak harus untuk dilupakan, tetapi dirangkul kembali dalam sebuah wadah bernama kenangan. Saya dengannya. Kita berdua. Pernah bersama dan nyata.


Saya sendiri pun tak lantas harus terus menengok ke belakang dan lupa dengan jalan yang ada di depan. Karena pada akhirnya ada saat saya untuk menemukan. Iya, saya sudah bertemu orang lain itu. Dan saya bahagia. :)


Jakarta, Oktober 2012 - kumpulan kata-kata yang mendadak ingin dituliskan.

Saturday, August 11, 2012

Forgive The Circumstances

Magical Ramadan, day 22

Semestinya kisah ini sudah saya bungkus rapi dan masuk ke kotak kayu yang tidak ingin saya buka kembali dari tempat penyimpanannya di dasar hati saya. Kisah ini akan tetap menjadi kisah saya dan kamu. Namun, setidaknya sekarang menjadi lebih berani untuk menerima dan menatap jalan lurus yang ada di depan. Kisah yang akan tetap ada pada masanya, meski di saat ini kita berdua terasa seperti menafikkan kehadirannya. Kamu sudah melangkah jauh pergi, dan saya pun demikian. Meski langkah kaki saya masih perlahan-lahan, tetapi percayalah bahwa saya tetap tak ingin berhenti. Hidup seperti rangkaian perjalanan yang di dalamnya kita seringkali dipertemukan dengan orang-orang yang dengannya kita menulis cerita, belajar sesuatu, tentang orang yang datang dan pergi silih berganti. Tetapi pada akhirnya, rangkaian cerita yang pernah ada selalu meninggalkan kesan untuk masing-masing dari kita.

Untuk seseorang, kamu, barangkali suatu saat membaca tulisan terakhir ini terimakasih. Bersamamu, pernah ada hidup yang menawarkan berbagai hal-hal manis dan sudah sepantasnya saya kenang. Walaupun tidak lama, tetapi rupanya hidup mengajarkan saya untuk bertransformasi menjadi manusia yang baik. Kehadiranmu selalu saya syukuri sebagai bagian dari alur hidup yang harus saya lalui. Meski di dalam perjalanannya, saya dan kamu tidak bisa lagi satu suara, namun kita pernah ada untuk bersama mewarnai hari-hari yang seperti gambar hitam putih menjadi lebih menarik. Tak pernah ada sesuatu yang harus disesali karena itu. Saya akan terus melanjutkan pencarian tentang apapun, tak melulu soal cinta dan pasangan, tetapi bisa hal-hal baik yang ada di depan sana. Kalau seandainya sekarang kamu telah menemukan, saya turut bahagia dan mendoakan.

Terimakasih karena setelah cerita yang cukup berat itu, saya belajar lebih baik mengerti arti merelakan dan melepaskan. Tidak benar bahwa saya tidak bahagia. Bukankah definisi bahagia itu selalu lain menurut cara pandang masing-masing orang? Bahagia saya, belum tentu menjadi definisi yang paling tepat untukmu. Begitu juga sebaliknya. Terimakasih... Terimakasih...

Saya belajar untuk lebih menghargai diri sendiri termasuk tidak terjebak dalam hubungan yang salah. Buat saya cerita yang kemarin tetap salah. Saya tidak merasa harus berbangga diri karena pernah ada menjadi orang ketiga dalam sebuah rumah tangga. Terimakasih karena Tuhan mengingatkan saya untuk tidak larut di dalamnya. Saya tahu rasanya sebuah pengkhianatan, oleh karena itu saya memilih pergi. Cinta yang saya juga tidak tahu apakah masih ada atau tidak tetap jadi ceritanya tersendiri. Perihal memiliki akan menjadi inti dari cerita yang lain. Terimakasih... Terimakasih... Terimakasih...

Kepergian mengajarkan saya untuk tidak selalu menyalahkan keadaan. Saya tahu, bahwa di setiap perpisahan selalu ada kesempatan yang terbuka lebar. Kalau denganmu bukan jalan saya, akan ada seseorang lain yang akan datang dan mengisi lembar-lembar kosong buku dongeng kehidupan saya selanjutnya. Saya memang harus berubah. Tidak terpaksa, tetapi karena saya mau berubah. Bukankah setiap orang pada saatnya akan dipaksa berubah oleh waktu? Semoga kamu dan saya, meski tak akan lagi bersama berubah menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ini. Terimakasih... Terimakasih...

Dalam mencintai terkadang kita tak selalu memperoleh hal yang sama dari orang itu. Memberi pun tak selalu berbalas menerima. Namun, saya bahagia karena saya sudah melakukan sesuatu yang harus saya lakukan, yaitu menyatakan. Tak pernah ada hal yang lebih disesalkan daripada sesuatu tak terkatakan atau dilakukan. Terimakasih karena saya memperoleh kesempatan untuk mencintaimu.

Proses melepaskan bisa jadi sebuah proses yang melelahkan untuk saya. Harus berani keluar dari zona nyaman agar saya tak jatuh lebih dalam. Belajar memaafkanmu dan segala hal yang tak sesuai dengan harapan. Serta yang paling utama saya harus memaafkan diri saya sendiri bahwa kenyataannya semua sudah tidak baik untuk dilanjutkan. Bukan berarti saya menyerah lantas kalah, saya hanya memaksa diri saya sendiri untuk berani mengatakan cukup. Kebahagiaan saya sepenuhnya bergantung pada diri saya sendiri. Terimakasih karena pengalaman mengolah diri yang berharga ini. Saya tahu, di masa depan semua yang terjadi hari ini akan menjadi salah satu peristiwa yang paling saya syukuri. Terimakasih... Terimakasih... Terimakasih...

Bohong kalau saya mengatakan saya tidak marah. Sebagai manusia normal, adalah hal yang wajar ketika emosi menguasai isi kepala dan hati tak mampu lagi untuk meredam semua. Ada fase dimana saya terus menerus mencari-cari siapa yang benar dan salah. Padahal, kalau dirunut dari awal, saya pun pasti ikut andil dari kesalahan-kesalahan tersebut. Terimakasih untuk ketidakjujuran dan semua yang dirahasiakan, hingga detik ini. Dari diri saya sendiri, semua sudah selesai saya sampaikan. Karena akan sangat menghambat saya melangkah ke depan seandainya saya harus menyimpan dan tidak menyelesaikan apa yang semestinya saya selesaikan. Saya pergi dengan lebih tenang, karena beban pergumulan dan akumulasi kekecewaan sudah dikeluarkan. Terimakasih untuk waktu "menerima" hampir lima bulan ini. Terimakasih... Terimakasih...

Untuk kehadiranmu dan menjadi teman (yang pernah) dekat dengan saya, terimakasih. Saya tidak menyimpan perasaan negatif apapun terhadap dirimu sampai ketika saya menulis postingan ini. Saya tetap tidak akan pernah bisa untuk dipaksa bersikap tidak-biasa-biasa karena memang saya terbiasa menjadi saya-yang-biasa. Saya selalu berusaha menjadi seseorang-seperti-dulu-yang-kamu-kenal. Walau perubahan itu pasti ada, sadar ataupun tidak, nanti ketika kita tak sengaja bertemu entah di sebuah kesempatan dan dalam perjalanan, sapalah seperti biasa. Kita pernah ada untuk sebuah perkenalan, jabat tangan dan pelukan hangat. Terimakasih... Terimakasih... Terimakasih...

Untuk semua sikap dan perubahan yang begitu drastis darimu, terimakasih. Dalam hidup akan selalu ada naik dan turun. Menjadikan sabar dan ikhlas sebagai satu-satunya cara yang paling baik untuk berhadapan dengan situasi tidak mengenakkan tersebut. Terimakasih, karena dengan demikian saya semakin belajar untuk mengatur hati dan tidak membiarkan emosi menguasai saya sepenuhnya.

Melangkah pergi tidak selalu berhubungan dengan menemukan (seseorang baru). Saya hanya meninggalkan situasi dan kondisi yang menurut saya sudah tidak lagi sesuai terhadap hidup saya sendiri. Kalau dalam prosesnya saya menemukan sesuatu, berarti memang ada rencana Tuhan yang baik mengenai hal itu. Terimakasih karena membuat saya lebih berani mengambil keputusan, sekalipun itu sulit.

Akhirnya, saya hanya mampu mendoakan yang terbaik untuk kehidupanmu kelak. Terimakasih sudah menjadi bagian penting dari salah satu cerita hidup yang mengubah saya lebih baik dari sebelumnya. Saya memang bukan seorang yang sempurna. Saya seorang yang tak lelah untuk berusaha. Menjadi yang terbaik untuk diri sendiri, dan orang yang baik untuk orang-orang di sekitar saya. Semoga Tuhan selalu memberi hal-hal baik untuk kita semua. Terimakasih... Terimakasih... Terimakasih...

 

========

Jakarta, 11 Agustus 2012. Awal yang baru.

Monday, August 6, 2012

Hidup Itu (Selalu Penuh) Kejutan

Buat saya, hidup itu mengalami. Menjalani peristiwa-peristiwa yang membentuk cerita tentang diri kita. Hidup selalu penuh kejutan. Ada kalanya manis, namun tak sedikit yang terasa pahit dan kurang mengenakkan. Untuk apapun itu, saya selalu berusaha bersyukur dan berterimakasih, karena kemanapun hidup membawa saya, pada akhirnya saya masih tetap bisa berdiri.

Ini adalah tentang doa atau lebih baik saya bilang kalau ini awalnya sebuah keinginan pribadi saya hampir enam tahun yang lalu. Bahkan saya sendiri sudah melupakan apa keinginan saya itu. Hingga, tadi malam saya merasa seperti diingatkan kembali mengenai hal ini sekali lagi.

Keinginan saya itu boleh dibilang sederhana, dan Tuhan menjawabnya secara tak terduga di sebuah hari Minggu sore. Saya pernah bilang begini, "pengen banget kalau aku bisa nonton Hillsong concert secara live bareng Arya." -- ini enam tahun lebih yang lalu. Hillsong, grup musik rohani dari Australia (yang karyanya sudah banyak dikenal di seluruh dunia) favorit saya dan Arya. Kami dulu rela, menyisihkan gaji untuk membeli kaset dan CD original setiap mereka mengeluarkan album. Kami hafal sebagian besar lagu-lagunya. Namun, hingga beberapa tahun terakhir, pada saat itu Hillsong sama sekali belum pernah mengadakan tour ke Indonesia, dalam hal ini Jakarta. Jadi, satu-satunya cara memang pergi ke Sydney dan ikut Hillsong Conference yang biasa digelar antara bulan Juni-Agustus setiap tahun. Someday, I will attend this event with you, Arya. Mereka memang mengadakan tour ke negara-negara lain, tapi Indonesia tidak pernah masuk dalam daftar. Ada sih, Hillsong UNITED [teens] yang dulu tiap tahun rutin konser di Jakarta, namun kami telanjur cinta dengan Hillsong live karena Darlene Zschech, Reuben Morgan, dan beberapa penyanyi lain.

Siapa Arya? Hahaha... agak malu untuk cerita, tapi biar postingan ini terasa lengkap, bolehlah saya cerita sedikit. Saya mengenal Arya di awal tahun 2006. Dia adalah rekan kerja di kantor lama. He was my someone special. Seseorang yang pernah membuat saya jatuh cinta sejatuh-jatuhnya. Sounds cheesy, huh? Hampir empat tahun kami bersama. Pernah tinggal bareng juga. Dan semacam banyak kenangan manis dengannya. Selera kami sama, dan ajaibnya hari ulangtahun kami pun berurutan. Jadi bintang kami otomatis sama. Ngirit juga sih, waktu itu kalau ngerayain. Dimana ada Arya, hampir pasti di situ ada saya. Tahun 2010, saat itu saya sudah mulai jarang bertemu dengannya. Kami, apa ya, sebenarnya tetap baik hanya ingin menjalani proses-proses yang ada untuk masa depan. Saya pindah, jadi interval kami bertemu pun sudah tak tentu. Saya sempat punya pacar baru, dan begitu juga dengannya. Sebuah proses yang lumayan panjang, karena hampir satu tahun lebih saya dan dirinya tak pernah ada kontak baik sms atau di sosial media. 100% terputus. Tetapi, saya percaya, kalau memang dari awal sudah digariskan untuk bertemu (sekali) lagi, tak pernah ada kata terlambat dari Tuhan untuk kami.

Bulan Juli akhir, awal puasa. Rupanya Tuhan menghendaki agar kami bertemu kembali. Waktu itu saya hanya iseng mau bertemu dengan teman saya di kantor lama. Di sana, karena mungkin sedang lumayan sibuk, dan entah siapa yang bilang, Arya yang turun menemui saya pertama kali. Tatapan matanya masih bisa saya ingat sampai sekarang. Seperti merindukan seseorang cukup lama sampai akhirnya dibawa ke hadapan. Saya mungkin juga begitu.

Kemarin adalah pertemuan kedua saya dengannya setelah di kantor itu. Dari pagi, saya memang sudah berencana untuk mampir ke kost-nya setelah pulang gereja. Tapi, alih-alih ke gereja, justru saya malah terjebak macet hampir satu jam. Padahal, misa akan dimulai. Haha.. pasrah. Kayanya juga ga akan cukup waktu, kalaupun bisa pasti sudah berkat penutup ketika saya sampai. Yasudahlah, saya langsung ke kost Arya, sambil ketemu teman saya yang lain di sana. -- Saya sms dan telp kok ga ada respon. Duh, ini anak kemana. Jangan-jangan memang belum bangun. Wah, ga oke kalau sampai kost ternyata dia juga ternyata tidak sedang di tempat. Akhirnya saya melipir sebentar ke kedai kopi di sebuah mall dekat kostnya, siapa tahu nanti dibalas. Sampai saya duduk di kedai kopi itu, saya masih belum tahu sama sekali tentang Hillsong yang konser sore harinya.

Nunggu sambil ngopi dan baca-baca, handphone saya bunyi. Notifikasi sms dari Arya. Segera saja saya menuju tempatnya. Arya belum bilang apa-apa. Wewww... ini lupa atau sengaja anaknya kasih kejutan. Makan siang, ngobrol masalah kerjaan dan hobi bermusiknya yang semakin hari progress-nya terlihat makin maju. Tawaran manggung, dan jam-session seperti itu. Puji Tuhan. Baru kemudian Arya bilang, "Ed, ada Hillsong. Yuk ke Sarbini sekarang.." -- JGERR!! Benaran saya kaget. Demi apa? Tuhan, ini bukan mimpi, kan? Tanpa pikir panjang, saya mengiyakan. Dari sini, segalanya dimulakan.... *bahasanya*

Kami naik motor berdua, dan seperti biasa dia akan ngebut begitu ban sudah menggelinding di jalanan. Satu kebiasaan yang ga pernah berubah dari dulu. Sempat deg-degan sih, karena sudah lama sekali saya tidak pernah ngebut di jalan. Satu yang pasti, skill ngebut dia tambah jago. Hahaha... cuma bisa mengencangkan pelukan saya dari belakang. (By the way, I love it :P ), sampai di Balai Sarbini sudah penuh antrian. Beruntung saya masih bisa melewati pintu kaca sebelum ditutup. Perjuangan dimulai. Mau masuk ke hall, tadinya Arya sudah ingin nyerah, "kita keluar aja?", lalu saya jawab jangan keluar pun udah tanggung karena mau lewat mana. Terus naik aja. Saya merangkul dia dari belakang, maksudnya biar ga terpisah. Berhasil naik ke tangga masuk, tapi stucked. Ini kayanya bener-bener nonton konser rohani penuh perjuangan setelah Israel Houghton and New Breed di Senayan beberapa tahun yang lalu. Saya harus fokus lihat jalan, dan jaga badan Arya agar ga jatuh ke belakang dan menimpa saya. Dari situ, saya gandeng tangannya dan satu tangan merangkul badan dia. Hahahaha... udah cueklah sama sekitar. Daripada nyungsep berjamaah. Hampir setengah jam tertahan di tangga padahal ujung pintu masuk hall sudah terlihat. Apa pasal? Ada beberapa orang yang sibuk foto-foto ketimbang memberi jalan yang lain agar bisa masuk. Hihh, I don't get why people keep bussy taking photos instead of enjoy the show. Ga habis pikir aja. Ngambil gambarnya pas menghalangi pintu masuk lagi. Kami bisa naik memang. Tepat ketika Hillsong menyanyikan Shout to The Lord, salah satu lagu yang kami hafal mati. Satu hall ikut bernyanyi, dan saya tetap merangkul Arya dari belakang sembari ikut karaoke massal. Romantic or.... cheesy? I don't mind it. Kami langsung naik ke atas untuk duduk di bangku, karena festival sudah penuh. Tetapi satu hal yang akan selalu saya ingat,
pada suatu ketika, Hillsong menyanyikan sebuah lagu dan sementara itu di sudut kelas festival dua orang berangkulan dan bergandeng tangan. Itu saya. Itu Arya. Kami berdua.

Hillsong tampil luarbiasa. Dua jam yang buat kami para fans-nya memang kurang. Namun, akan ada hal-hal manis yang selalu kami kenang malam itu. -- Keluar dari gedung, somehow, Arya tiba-tiba mengajak saya naik ke Sky Dinning. Saya pikir, mau makan. Tapi kok dia bilang tidak. Ah, ya sudahlah. Kami segera naik ke lantai 9 Plangi. Lagi-lagi, dia ngajak saya untuk minggir yang tahu-tahu view-nya adalah Jalan Gatot Subroto. Uhm, semacam stargazing begitu mungkin ya? Tapi tidak terlihat satu bintang pun, jadi memandangi lampu-lampu dari kendaraan yang melintas dan gedung-gedung tinggi di sekitar. Jujur, meski saya sudah sering ke Plangi, tetapi "stargazing" berdua dengan seseorang yang punya arti khusus tetap terasa lain. Saya membingkainya dalam buku kenangan manis di hati. Kami hanya sebentar di situ, memandang ke kejauhan, dan saya ingat celetukannya. "Kapan-kapan ke sini lagi, ya." Huwow... I'm totally speechless. Saya tersenyum. Saya suka matanya malam itu. Meski bintang tak selalu terlihat di langit malam Jakarta, tetapi di mata kamu saya sudah menemukan bintang itu. -- Hey, apakah rasa itu kembali ada? Duh, saya belum bisa menjawab itu sekarang.

Kami menghabiskan sebuah Cremme Caramel berdua. Duduk di sudut, menatap orang-orang berlalu lalang. Tidak ada perasaan jaga image atau apapun. Kami melebur jadi satu. Lebih sederhananya begini, satu aluminium foil Cremme Caramel kami makan berdua. Bukan, bukan karena kami pelit, tetapi antri buat beli satu itu aja panjang banget. Oh, dan juga, kami ini mungkin termasuk dua orang Libra yang super cuek untuk makan sesendok berdua ganti-gantian. Tidak ada yang harus kami sembunyikan. Kami tetap biasa seperti yang lainnya. Kami, atau mungkin saya (dia pun demikian) rasanya tak perlu risih dengan tatapan orang-orang di dekat kami. Karena yang saya tahu dan ingin kami katakan, kami dua orang yang pernah berjuang dan melewati hari-hari terberat kami bersama-sama. Lagipula, kami belum jadi milik siapa-siapa.

Tuhan luar biasa baik. Hati saya hangat kembali. Entah oleh perasaan yang bagaimana, tetapi saya tahu bahwa ini sudah menjadi rencana-Nya. Walaupun pada akhirnya hidup tak membawa saya pada keinginan yang sama; masa lalu atau saat ini, ketika saya bersama dengannya. Ada satu hal yang tetap saya tuliskan di sudut hati saya, bahwa hidup ternyata tidak berhenti sampai di sini. Saya patah hati, dikhianati, tetapi akan selalu ada seseorang yang dihadirkan ke hadapan saya untuk bersama-sama melewati tantangan yang ada.

--kami membelah jalanan Jakarta sekali lagi malam itu. tidak ngebut seperti sebelumnya. kami seperti menikmati perjalanan pulang. dan buat saya atau dirinya, pulang yang dimaksud adalah menemukan kembali sebuah kunci hati biar waktu yang akhirnya mendekatkan untuk kami--



***

Jakarta, 5 Agustus 2012. Hari Minggu yang melelahkan tetapi menyenangkan. Terimakasih. - Arya adalah nama belakangnya, dan saya memanggil dengan nama lain. Hihihi... *tidak terima kepo*

Friday, July 27, 2012

Cleanse Out Your Negativity

Magical Ramadan, day 7
Kita tak dapat mengubah suatu keadaan, tapi kita bisa mengubah cara pandang dan respon kita terhadap keadaan. Pada akhirnya perubahan respon itulah yang mengubah keadaan kita. -MagicalProjects

Kesabaran saya sepertinya masih harus berada di level tertinggi untuk saat-saat ini. Ada waktu ketika saya ingin menyerah dan membiarkan semua tanpa harus berusaha apa-apa sekali lagi. Satu hal yang masih tetap sama, mendistrak habis isi kepala dengan hanya satu nama. Selang waktu empat bulan yang ternyata saya tidak begitu saja dengan mudah melepas pergi. Semua masih terasa sama. Entah karena pikiran setiap manusia yang dibuat terlalu rumit oleh diri mereka sendiri, atau lantaran kisah yang ada terlalu berbelit-belit hingga terasa enggan untuk diselesaikan. Sebenarnya, saya tidak tahu apakah ini memang tepat kalau saya jadikan situasi terberat, yang terkadang sampai menguras habis emosi dalam diri saya. Ataukah semacam fase yang memang harus saya lalui agar di depan saya menjadi seseorang yang lebih baik lagi? Semoga saja demikian.

Empat bulan saya belajar. Untuk tidak lagi menggantungkan harapan terlalu tinggi. Untuk belajar menghargai perasaan setiap orang, dan belajar mengerti arti sebuah keikhlasan. Menjadi sabar dan ikhlas itu sendiri jalannya tidak mudah. Isi di kepala selalu menyuarakan lain ketika hati sudah memilih kata "cukup."  Tak sedikit ketika hati sudah memilih opsi pergi, kepala mulai berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan yang saya pikir sebagai semacam pembenaran lalu mulai mengasihani diri saya sendiri. Kita memang takkan sepenuhnya bisa mendengar suara hati, kalau masih ada amarah, perdebatan, dan penyangkalan terhadap diri sendiri. Itu nasihat yang saya terima dari Kak Kiki, belum lama ini.

Denganmu, saya memang belajar dan bertumbuh menjadi seorang yang baik. Kini, setelah seratus duapuluhan hari kita memisah langkah dan saling menjauh, saya ingin tetap belajar menjadi lebih baik. Tentunya, doa-doa untukmu akan terus kudaraskan tanpa henti dari tempat saya berdiri saat ini. Hanya untuk meringankan langkahmu, dan juga langkah saya.

1. Segalanya memang sudah terjadi, untuk itu saya berterimakasih. Setidaknya sampai hari ini, Tuhan selalu menyayangi dan menjaga hati lewat orang-orang yang tadinya saya pikir berbalik meninggalkan. Ternyata mereka yang pertama kali ada ketika saat-saat terberat itu. Kamu tidak perlu kuatir di sana. Saya baik-baik saja.

2. Proses yang melelahkan, dan bahkan hampir membuat saya jatuh sakit. Terimakasih. Dengan berbagai macam kejadian dan tempaan yang saya alami setelah hari itu, saya bersyukur bahwa terkadang apa yang ditakutkan hanya sebatas pikiran-pikiran kita saja. Saya masih tetap berdoa, dan terimakasih karena kejadian ini sekali lagi saya dekat dengan Tuhan. Mungkin, lewat ini pula Tuhan sedang mengingatkan saya yang sempat lupa.

3. Saya masih mempunyai banyak kekurangan. Waktu-waktu sendiri ini selalu saya gunakan untuk melihat kembali ke dalam, tentang apa yang sudah ada dan yang belum ada. Apa yang belum saya punya dan apa yang sudah. Empat bulan dan masih berlanjut,  Tuhan sedang membentuk pribadi saya yang semoga menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Hidup terkadang memaksa kita untuk menjalani sebuah hal meski jalannya tak selalu kita ingini.

4. Untuk sikapmu yang sempat berubah seperti orang asing setelah hari itu. Terimakasih. Kecewa pasti ada dalam diri saya. Perlukah bersikap sampai sejauh itu, ketika dua orang yang tadinya bersama-sama berjalan di satu tujuan memutuskan untuk berpisah di sebuah persimpangan? Sedikit banyak saya tahu sebabnya, dan saya tidak dendam. Saya akan tetap bersikap biasa denganmu. Kita mungkin memang akan jarang sekali berkomunikasi, namun, tak akan ada yang bisa menduga masa depan. Semoga hal-hal baik selalu ada untuk kita berdua. Kelak, kalau memang Tuhan menghendaki kita dipertemukan lagi, saya berharap kita berdua menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ini.

5. Saya menyerahkan sepenuhnya pada tangan Tuhan. Saya percaya hanya dari padaNya-lah segala hal baik yang akan datang. Saya sempat berpikir harus begini dan begitu. Menggerutu dan terkesan memprotes pada keadaan. Saya cenderung mencari-cari kesalahan, bukannya bersyukur. Lantas, suatu hari saya tersadarkan bahwa apapun yang terjadi, ketika saya pasrah dan belajar untuk memaafkan diri sendiri, Tuhan akan mengganti dengan segala sesuatu yang lebih baik. Ya, memaafkan diri sendiri itu tidak mudah. Terimakasih karena sebuah fase ini, saya kembali dipertemukan dengan sahabat-sahabat lama saya.

6. Saya berubah. Tentu dan itu pasti. Saya yang sekarang, sudah pasti tidak seperti saya yang empat bulan lalu. Hidup itu dinamis dan bukan statis. Saya harus terus bergerak maju dan tidak ingin berhenti pada satu titik. Menyembuhkan luka termasuk salah satunya. Terimakasih karena setelahmu saya bisa belajar merawat luka. Meski tidak selalu mulus dan lurus, ada kalanya tertatih-tatih dan seperti ingin berhenti, namun kaki-kaki saya tak pernah surut harapan untuk tetap berjalan melihat ke depan.

7. Saya memang jadi banyak waktu untuk melakukan segala sesuatu yang saya ingin lakukan. Saya masih akan tetap nonton film sendiri, belanja baju sendiri di mall atau pergi ke toko buku sendiri. Haha.. dari dulu atau ketika masih ada dirimu saya memang sudah terbiasa melakukan sesuatu sendiri. Prinsip saya tidak ingin merepotkan banyak orang kalau sesuatu masih bisa saya kerjakan sendiri. Terimakasih untuk masa-masa jomblo yang kata beberapa orang tidak mengenakkan, eh sebentar, tidak mengenakkan? Buat saya punya banyak waktu dengan diri sendiri itu mengasyikkan. Pada satu sisi, kita akan lebih mengenal siapa diri kita sendiri. Nonton sendiri terdengar cupu? Ah, saya jadi curiga jangan-jangan yang bilang begini ini malah yang sebenarnya tidak bisa menikmati "me time"-nya.

8. Kini saya menjadi lebih berhati-hati dalam melangkah. Saya hanya belajar dari kesalahan. Saya tidak merasa saya harus takut karena pernah gagal. Dari sanalah saya banyak berkaca dan menjadikannya sebagai pengalaman untuk perjalanan saya selanjutnya. Langkah saya tidak berhenti sampai di sini, karena masih banyak hal-hal lain yang telah dipersiapkan untuk saya terima kemudian.

9. Saya belajar untuk mengubah amarah dan dendam menjadi ungkapan syukur. Beberapa kali, mood saya naik turun ketika mengingat kejadian ini. Saya marah. Ada semacam rasa iri dalam diri saya terhadap seseorang. Saya tidak tahu mengapa, namun bisa jadi akumulasi kekecewaan saya selama ini. Marah tidak menjadikan saya lebih baik. Hanya menarik lebih banyak hal-hal yang kurang mengenakkan selanjutnya. Saya memutuskan untuk lebih banyak diam dan mulai belajar mendengarkan. Sesulit apapun, saya harus bersyukur. Hidup akan terasa lebih ringan karenanya.

10. Untuk setiap harapan yang masih saya simpan dalam hati. Terimakasih. Kemanapun hidup nanti akan membawa saya, satu yang pasti bahwa itu memang terbaik. Dan terimakasih untuk percakapan pendek di suatu siang beberapa hari yang lalu. Saya hanya tidak menyangka saja bahwa kamu yang sudah saya relakan untuk pergi, mau berkomunikasi lagi. Terimakasih karena tidak lagi menjadi "orang asing" seperti waktu-waktu yang lalu. Terimakasih karena kita masih bisa mengobrol dengan kalimat-kalimat yang panjang dan lepas tanpa beban setelah sekian lama. Saya senang. Mungkin juga kamu, karena saya bisa merasakan. No matter how long it takes, I will find you...

Pada akhirnya, saya bersyukur pada Tuhan atas kehadiranmu. Atas senyummu yang pernah ada dan masih akan selalu ada. Untuk setiap momen-momen berharga yang kita lewati bersama. Doa saya selalu beserta denganmu. Terimakasih karena telah bersama mewarnai hidup.

=========

Jakarta, 27 Juli 2012. Saya yang bersyukur dan terus mendoakan untukmu.

Monday, July 23, 2012

Three Special Person

Magical Ramadan, day 3

Kemarin, untuk pertama kalinya setelah sekian lama saya absen untuk hal yang satu ini, tiba-tiba ada semacam dorongan dan keinginan yang kuat dari dalam diri saya untuk kembali pergi ke gereja. Saya merasa memang saya tidak akan sanggup untuk berjalan sendiri, dengan kekuatan yang saya miliki tanpa bergantung dan percaya pada tangan-tangan Tuhan. Lalu saya mengikuti Misa Minggu pagi. Entah, ini seperti sebuah kebetulan yang sengaja dipersiapkan Tuhan untuk saya, hari Minggu kemarin, gereja Katolik (khususnya Keuskupan Agung Jakarta) mengambil tema "Novena Ekaristi". Bukan pas hari pertama, karena sudah masuk hari keempat, tetapi saya bersyukur bahwa momen ini sepertinya Tuhan ingin mengingatkan saya bahwa selalu ada Dia yang tak pernah meninggalkan saya. Diri saya menjadi lebih baik ketika saya berdoa dan menyerahkan semua yang terjadi dalam hidup kepada-Nya. Saya percaya, bahwa Tuhan akan berperkara dan menyelesaikannya untuk saya. Ada semacam "tanda" yang hati saya rasakan selama Misa, bahwa tak lama lagi Tuhan akan menghadirkan sesuatu hal yang baik.

Tiga (atau bisa empat) orang yang secara khusus akan saya doakan, karena sedikit atau banyak telah berperan dalam membentuk saya seperti sekarang ini.

1. Mas Adi. Iya, nama kamu masih tetap akan ada dalam list doa-doa saya. Saya tidak tahu mengapa saya begitu bersyukur karena kehadiranmu. Namun, yang saya tahu kamulah seseorang yang membuat saya belajar tentang banyak hal. Memang tak selalu hal-hal yang manis, sedikit banyak peristiwa pahit pernah saya hadapi dan belajar karenamu. Tentang arti bersyukur, mencintai seseorang dengan tulus, kehilangan, dan bangkit dari keterpurukan. Saya menikmati semua proses melepaskan, merelakan, dan segala hal-hal baik yang mampu menjadikan saya kuat berdiri hingga saat ini. Saya menyayangi kamu. Terimakasih karena Tuhan sudah mengirim dirimu untuk membantu saya menemukan diri sendiri. Terimakasih... Terimakasih... Terimakasih...

2. Indra. Saya memang harus bersyukur dan berterimakasih karena kehadiranmu. Setelah beragam drama demi drama yang berkepanjangan dan tak sedikit adu argumen. Lelah? Pasti. Namun, terimakasih sudah menjadi bagian dari salah satu sahabat terdekat saya. Maaf untuk 2,5 tahun yang lalu kita hampir pasti seperti Tom and Jerry, terkadang bisa akur, tapi di satu waktu kembali berselisih untuk waktu yang lumayan lama. Maaf karena pernah mengecewakanmu. Tetapi yang saya tahu pada akhirnya kita memang digariskan untuk menjadi dua orang sahabat. *lebih tepat kalau dibilang "saling menghancurkan" ya, Nyet?* Terimakasih untuk waktu-waktunya kemarin ketika saya menghadapi saat-saat yang cukup berat. Terimakasih untuk kedua kuping yang saya tahu pasti sudah bosan dengerin curhatan dan kegalauan saya. Hahaha... tak sedikit juga aib atau sampahnya saya. Entahlah, kamu seperti mengenal saya lebih baik. Terimakasih... Terimakasih... Terimakasih...

3. Orangtua saya, Bapak dan Ibu. Dua orang yang sangat berarti untuk saya. Membentuk, mendidik, dan memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan. Saya tahu, mereka berjuang yang terbaik karena saya pernah merasa kekurangan. Bapak yang mengajarkan saya untuk terus berusaha dan maju meraih apa yang saya cita-citakan. Bapak yang tidak pernah lelah untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarganya. Ketekunan dan kesabarannya membuat keluarga kami sampai pada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. -- Ibu, buat saya tetap menjadi orang nomor satu dalam hati saya. Ibu yang selalu disiplin pada kedua anaknya. Ibu yang mengajarkan untuk tetap bersyukur, menerima dan tidak dendam meski sekitar kami pernah ada untuk memandang sebelah mata. Ibu yang dengannya saya merasa bangga karena boleh hadir ke dunia melalui perantaraan rahim sucinya. Saya tahu, kedua orangtua kami adalah malaikat-malaikat yang dikirim Tuhan untuk menemani kami bertumbuh kembang. Kedua orangtua yang selalu memastikan bahwa anak-anaknya selalu memperoleh yang terbaik, sebisa yang mampu mereka beri dan usahakan. Terimakasih, Tuhan... Terimakasih... Terimakasih...

 

===========

Jakarta, 23 Juli 2012. Saya yang dipenuhi rasa syukur.

Sunday, July 22, 2012

Remember The Time

Magical Ramadan, day 2

Saya masih mengenangmu. Menjadikanmu sebagai salah satu alasan saya untuk tersenyum. Mengingatmu dari sekian banyak peristiwa-peristiwa penting dan berharga dalam hidup. Ada semacam rasa hangat yang mengalir ketika kepala saya meresonansikan namamu dan hati menggeletarkan haru. Saya masih berdiri di sini. Di tempat yang mungkin hanya saya, kamu, dan Tuhan yang tahu. Hari ini kujadikan yang teristimewa untukmu.

Saya kembali ke tempat yang sama ketika kita menghabiskan malam, beberapa jam sebelum hari ulangtahunmu. Hanya ada saya dan kamu. Pertama kali, sejak berbulan-bulan yang lalu. Tempat ini masih sama. Tetap hangat seperti dulu. Ataukah hati kita berdua memang masih tertinggal di situ? Entahlah. Tetapi terimakasih. Saya masih tetap mengenangmu menjadi pengalaman terbaik.

Bersamamu, saya belajar menjadi seorang yang lebih baik. Namun, ketika hari ini kita sudah tak bersama lagi, saya akan selalu berusaha untuk belajar lebih baik lagi. Saya tidak meniadakan hadirmu, karena bagaimanapun kamu akan tetap selalu ada; di hati saya.

Terimakasih untuk sebuah kesempatan mengenalmu, hingga berjalan bersama-sama dengan dirimu. Tidak pernah ada waktu terbaik dari saat kau dan aku. Setidaknya sampai saat ini. Namun, terimakasih. Tempatmu akan selalu di sini, di hati, untuk setiap canda dan tawa, diskusi serius, hingga obrolan ngalor ngidul berjam-jam yang pernah ada. Terimakasih untuk sebuah pesan di telepon saat saya di bioskop November tahun lalu. Saya selalu ingat.

Percayalah, ini bukan akhir. Kita ada untuk sekali lagi berjumpa dan meneruskan cerita yang dulu belum sempat terlaksana. Hingga saat itu, kusemogakan semua hal-hal baik untuk dirimu sendiri, orang terdekatmu, dan juga saya. Salam untuk Adek, ya. :)

Terimakasih... Terimakasih... Terimakasih...

========

Jakarta, 22 Juli 2012 - setelah beberapa pencerahan yang terjadi pada Misa Minggu pagi. Terimakasih..

Monday, May 28, 2012

Remember The Magic: It's Only The Beginning

the feeling that our hearts could just take wings

we could live out all our dreams

the journey there was never far away, but like a dream come true

that's still inside of you

the secret of tomorrow is to live your dreams today... | Remember The Magic

Hari keduapuluh delapan,

Hari terakhir di Magical May 2012. Ini adalah sebuah awal. Perjalanan baru untuk saya menjadi pribadi yang lebih baik tentunya dari hari-hari yang lalu. Diri saya selama duapuluh delapan hari kemarin, didetoksifikasi; mengeluarkan apa yang harus dikeluarkan, dan menyelesaikan apa yang harus diselesaikan. Saya mulai terbiasa untuk mengucap syukur dan berterimakasih terhadap segala sesuatu yang saya alami dan terjadi dalam hidup. Saya merasakan memang kalau hidup saya tidak pernah sama lagi. Akan tetap ada 28 hari lain dan seterusnya untuk mengucap syukur. Saya memutuskan untuk tidak pernah berhenti, tetapi akan membiasakan dan mulai mengkondisikan batin dan diri saya untuk selalu berterimakasih.

Empat minggu, dan rasanya hidup saya lebih ringan dari sebelumnya. Beberapa peristiwa dan kejadian yang darinya saya belajar banyak hal. Tentang pengalaman-pengalaman berharga dan luka hati saya di masa lalu. Semuanya sudah selesai. Tentang hubungan saya dengan seseorang yang pada akhirnya saya berani untuk melepaskan. Tentang beberapa keinginan saya yang akhirnya mewujud menjadi nyata. Mimpi-mimpi dan harapan yang juga saya percaya akan segera terlaksana.

Saya tidak hidup seperti hari kemarin. Sebuah proses yang mengantarkan saya pada pemahaman baru tentang hidup. Saya membiarkan hidup saya mengalir sesuai dengan alirannya. Saya menikmati dan tidak akan berusaha untuk melawan, memecah atau memutuskan alirannya. Sampai di sini, banyak sekali yang harus saya syukuri. Bahwa tak pernah ada hal yang sia-sia dalam hidup. Semua sudah sesuai dengan porsi yang disiapkan Tuhan untuk diri saya. Saya berusaha untuk sedikit sekali mengeluh terhadap sesuatu, katakanlah tidak sesuai dengan keinginan saya. Bahwa apapun yang terjadi, pasti selalu terdapat hal baik untuk diri saya sendiri.

Bulan Mei, terimakasih untuk semua yang sudah terjadi. Akhirnya saya bisa bertemu langsung dan *ehem* salaman dengan penulis favorit saya, Dee Lestari. Senang? Bukan main. Sebenarnya saya sudah menunggu kesempatan ini dari dua tahun yang lalu. Waktu itu, Anjinggombal mengadakan gathering di Thai and I, Pondok Indah dan saat itu saya berhalangan hadir. Sedih sih apalagi tahu mbak Dee ikut gabung di acara tersebut. Tapi karena itulah saya punya keinginan dan sepenuhnya percaya kalau suatu hari saya bisa bertemu langsung dengan Dee. Doa saya akhirnya terjawab kemarin hari Jumat, 25 Mei 2012 di Gramedia Grand Indonesia. Saya bertemu dengan Dee dan berhasil mendapatkan tandatangan untuk semua buku-bukunya. Senengnya masih ada sampai sekarang. :D



Hari ini, seseorang yang kemarin saya putuskan untuk menutup rapat-rapat segala kisah dan kenangan di antara kami, tiba-tiba muncul kembali. Perasaan saya campur aduk. Ternyata dia masih ingat bahwa ada seseorang bernama saya yang wajib tahu progress pribadinya. Ah, sepertinya sih ini saya saja yang terlalu ge-er. Bukan saya yang tidak siap, tetapi hanya tidak ingin. Dia memang sekadar memberi tahu kepada saya mengenai bisnis barunya di travel agent. Saya senang akhirnya dia berkembang lebih baik. Tetapi di satu sisi, saya merasakan ada sebelah diri saya yang jengah dan ingin buru-buru keluar dari percakapan. Namun, ternyata saya tidak bisa. Entahlah, apa yang salah dengan diri saya. Getaran itu masih ada. Seberapa jauh pun saya lari dan berusaha menghindar serta menutup rapat hati saya, rupanya tak menghilangkan sama sekali perasaan yang telah ada sebelumnya. Saya kembali sadar, saya masih menyimpan cinta yang sama untuk seseorang itu. Bengong, serta tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya tak pernah membenci, saya hanya mulai terbiasa untuk meniadakan kehadirannya dalam hidup saya. Namun, mungkin ada maksud Tuhan tentang obrolan singkat kami pagi ini. Semoga selalu hal-hal baik yang terjadi dalam hidup saya dan juga kehidupan pribadinya.

Tugas-tugas yang saya lalui selama Magical May 2012, selalu terasa mirip kebetulan yang bukan kebetulan. Ketika saya berpikir mengenai X di satu hari, ternyata tugasnya pun sama. Saya memang tak pernah percaya kebetulan. Semua sudah digariskan dari semula, termasuk pilihan-pilihan dan persimpangan yang nantinya akan ditemui. Magical May membuka banyak hal yang sebelumnya terkunci atau tak pernah kelihatan dalam pikiran dan hati. Saya banyak bertemu dengan orang-orang baru yang membantu saya untuk bangkit dan terus berlari. Saya tidak sendiri. Saya harus bersyukur atas anugerah ini. Lalu, kemarin hari Sabtu ketika sedang jalan di sebuah mall, saya mampir ke toko buku dan menemukan buku The Magic - Rhonda Byrne yang dipakai untuk Magical May ini. Senang sekali, karena saat saya membaca buku tersebut, semakin membuka pikiran saya tentang hal mengucap syukur. Saya merasa Tuhan sedang membentuk saya sepanjang 28 hari kemarin.

Akhirnya, tulisan ini memang sangat jauh dari sempurna. Banyak sekali yang tak sempat saya tuliskan. Namun, saya mengucap syukur atasnya. Terimakasih, Tuhan, untuk kesempatan berbenah diri. Saya tidak akan berhenti, karena akan lebih banyak lagi kebaikan-kebaikan dariMu yang akan datang dan sudah sepantasnya saya syukuri. Terimakasih. Terimakasih. Terimakasih.

***

P.S: Untuk seseorang di Gandaria City hari Sabtu kemarin, saya tidak tahu apakah kamu pernah mengenal saya, tetapi saya sedikit punya tanda kalau kamu orang yang saya maksud. Ah, sudahlah, mungkin saya salah. Tetapi terimakasih ya sudah curi-curi pandang dan melihat saya terus-terusan kemarin. Saya masih ingat dengan jelas wajah kamu sampai saya menulis tulisan ini. Saya suka mata dan alis kamu. See you someday! Hahaha... :P #diarakramerame

***

Pesan yang di atas itu sebenarnya lebih ke harapan saya sih untuk ketemu sang stranger lagi. Hahahahahaha...

---------------------------

Magical May 2012. Remember the Magic -- A bunch of gratefulness of mine dedicated to Kak Connie and Kak Kiki. Thank you for your kindness and a very good heart of you both. There will always be blessings to you and family. *hug*

Saturday, May 19, 2012

To-do List : It Will Be Acomplished

Hari kedelapan belas,

Kebiasaan saya sebelum menulis biasanya adalah diam, menatap layar dan sedikit mengumpulkan -- bukan ide sebenarnya tapi bisa jadi -- apalah namanya, pokoknya saya harus terkoneksi dulu dengan apa yang ingin saya tulis. Seperti menyiapkan hati agar kalimat-kalimat yang ingin keluar dapat mengalir lancar. Seringnya saya malah kewalahan menampung berbagai macam hal yang tiba-tiba muncul dalam benak dan menyeruak ingin dituliskan. Walau kadang tersendat pada awalnya, kemudian saya menemukan sebuah kenyamanan dalam bercerita. Tangan saya seperti tidak berhenti menari di atas papan ketik komputer saya. Hari ini, hari ke delapan belas. Saya mengetik tulisan ini tidak tepat pada harinya tetapi mundur satu hari. Bukan karena saya malas, hanya saja kemarin saya ingin berpikir sejenak mengenai tugas hari itu. Tiga hal yang ingin saya selesaikan. Saya harus memilih. Tiga prioritas yang semoga dapat berjalan sesuai dengan harapan-harapan saya. Memang sih, sempat tidak terpikir oleh saya, namun kemudian satu persatu keinginan itu muncul dan saya pikir, itu yang harus atau katakanlah ingin segera saya selesaikan atau lakukan. Hari Jumat kemarin saya bilang adalah hari yang spesial buat saya. Bertemu dengan Kak Kiki, salah seorang penggagas #MagicalMay2012 yang sekarang ini saya lakukan tiap hari selama 28 hari. Puji Tuhan, semua berjalan lancar. Kami berdua saling sharing cukup lama. Hampir dua jam lebih. Selama itu, apa yang menjadi pertanyaan-pertanyaan tak terjawab dalam diri saya akhirnya satu persatu mulai terbuka dan saya melihatnya lebih jelas, potongan-potongan itu tak lagi kabur melainkan nyata. Saya tidak pernah percaya kebetulan. Ini memang sudah saatnya. This is the TIME. Waktu yang secara tidak sadar selalu saya nantikan. Saya tidak pernah berharap terlalu tinggi untuk hal ini, tetapi rupanya Tuhan memberikan anugerahnya kemarin. Beban saya rasanya tercerabut dari akarnya. Pikiran dan hati saya belum pernah lebih tenang dari waktu-waktu sejak kejadian dua bulan lalu. Bersyukur? Sangat sangat bersyukur. Nasihat, saran, dan apapun yang sudah diberikan Kak Kiki menjadi semacam titik cahaya yang muncul setelah saya merasa gelap. Iya, dua bulan terberat ketika semua hanya bisa meraba, tanpa bisa mendengar atau melihat. Saya buta. Ada saat ingin berteriak dan melepas, namun tak pernah tahu untuk siapa saya melakukannya. Sesak. Bahkan, untuk menangis saja saya sulit sekali. Seperti lupa caranya. Terimakasih dan saya bersyukur karena akhirnya bertemu dengan Kak Kiki. Saya yakin, ini termasuk salah satu berkat Tuhan yang disalurkan lewat perantaraannya. Teman-teman yang saya kenal lewat twitter pun, akhirnya bertambah satu. Tuhan dan semesta selalu punya cara yang ajaib menghadirkan sebuah hal. Saya merasa, sekali lagi diberkati. Tuhan itu sangat baik.

1. Studi saya. Termasuk cita-cita besar saya untuk menyelesaikan kuliah dan meraih gelar sarjana saya. Sebuah hal yang kelihatannya sudah lama, bisa jadi sudah karatan di dalam memori otak saya karena terlalu sibuk bekerja dan saat itu tidak pernah ada waktu untuk menyesuaikan dengan jadwal dan jam kerja. Di tengah perjalanan, Tuhan memberi saya pekerjaan baru yang secara tidak langsung mempunyai jam kerja fleksibel dan tidak bertabrakan dengan jam kuliah saya nanti. Saya memang termasuk orang yang begitu perhatian terhadap ilmu. Yah, bukan berarti setiap hari lalu tenggelam di tumpukan kertas dan buku-buku, sih. Seringnya dulu malah saya ini termasuk orang yang jarang sekali belajar. Cuma kalau pas dekat-dekat ulangan atau ujian saja. Aneh juga. Tahun ini, kesempatan saya ada. Semoga selalu diberi kelancaran oleh Tuhan dan selalu dicukupkan sehingga saya bisa menyelesaikan masa studi beberapa tahun ke depan dengan baik. Syukur-syukur, ada tawaran beasiswa yang bisa saya terima. Hahaha... sedikit berharap untuk yang satu ini, tidak apa-apa, kan, Tuhan? :D

2. Dengan seseorang di masa lalu. Saya anggap ini sudah selesai. Semalam. Saya sudah tahu bagaimana saya harus bersikap. Untuk kamu, terimakasih. Saya cuma bisa mendoakan yang terbaik untuk hidupmu. Saya sudah selesai. Perasaan saya ke kamu mungkin masih ada, tetapi biar akhirnya saya simpan saja. Tidak apa-apa. Saya tak melupakan kamu, hanya sekarang saya membebaskan dirimu untuk terbang tinggi, mengawan dan meraih apa yang semustinya kamu raih. Salam untuk Adek yang kemarin 2 Februari 2012 berulangtahun keempat, dan kadonya saya titip ke kamu. Sedikit pesan ke Adek, Om Edu selalu menyayangi dia. :)

3. Rumah Bapak dan Ibu di Magelang. Rumah saya. Lebih pasnya, rumah baru setelah rumah lama kami yang numpang di tanah Kakek dan Nenek. Semoga di beberapa waktu mendatang, Tuhan memberi sedikit rejeki untuk menyelesaikan sebagian kecil rumah saya yang belum rapi. Sekarang memang sudah rapi, tetapi Bapak ingin menambahkan satu lantai lagi ke atas untuk kamar tidur tamu dan sisanya taman, atau tempat menjemur pakaian. Saya percaya, Tuhan pasti menyediakan kebutuhan dananya. Saat ini belum terpikirkan, tapi kalau Tuhan menghendaki, selalu ada rejeki yang mengalir kepada kami.

Sampai ketika saya menulis postingan ini, saya masih begitu tercengang dengan keajaiban yang diberikan Tuhan untuk saya kemarin. Melampaui apa yang pernah saya pikir sebelumnya. Saya bersyukur, karena satu persatu beban dan persoalan saya diangkat Tuhan lewat cara yang menurut saya sendiri luar biasa. It's a miracle. Mukijzat buat saya bukan selalu tentang hal-hal besar dan di luar akal manusia karena campur tangan Tuhan. Namun, dalam peristiwa yang kecil, seperti contohnya, masalah berkaitan dengan hubungan saya dan seseorang yang akhirnya menemukan jalan keluarnya, bagi saya itu adalah mukjizat. Sekecil apapun sesuatu hal yang kita terima dalam hidup, bersyukurlah. Tuhan akan menambahkan lebih banyak lagi di kemudian hari lebih dari yang pernah kita tahu. Terimakasih, Tuhan untuk ngobrol-ngobrol dengan Kak Kiki. Semoga selalu ada berkat Tuhan untuk dia dan keluarga. Terimakasih... Terimakasih...

-----------------------------

Magical May 2012, day 18. Magical to-Do List. 

Friday, May 18, 2012

Magical Cheque

Hari ketujuh belas,



Untuk Tuhan dan semesta,

Hari ini saya menuliskan sejumlah nominal uang di atas selembar cek. Mungkin jumlahnya sangat besar. Jumlah yang sampai saat ini belum pernah saya pegang secara fisik. Seratus juta rupiah. Saya tidak ingin terlihat maruk atau aji mumpung dengan cek yang ada di tangan saya ini. Memang, untuk saat ini jumlah tersebut telah saya hitung berulang kali, hingga cukup dan masih ada sisa untuk saya bagi. Saya tidak ingin jadi orang yang tamak atau serakah. Uang tersebut memang saya perlukan untuk memenuhi beberapa hal yang menjadi cita-cita saya selama ini.

Sejumlah Rp 48.030.000, empat puluh delapan juta tiga puluh ribu rupiah, akan saya gunakan untuk menyelesaikan kuliah saya. Jumlah itu telah saya kalkulasi berkali-kali hingga pas untuk biaya dasar selama studi. Untuk kebutuhan selama studi, puji Tuhan saya mempunyai penghasilan yang cukup untuk memenuhi kekurangannya. Saya memang tidak ingin berlebih. Itu sudah cukup. Biaya pendidikan di Indonesia semakin hari memang terasa semakin tinggi dan mencekik leher. Saya tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Kok, dalam benak saya, pemerintah seperti setengah-setengah dalam hal ini. Kadang saya juga merasa miris, bahwa setidak beruntungnya saya karena belum menyelesaikan kuliah, saya masih bisa bersyukur karena di luar sana banyak sekali teman-teman atau orang lain yang untuk menyelesaikan wajib belajar 9 tahun, (uhm, sekarang harusnya bisa tamat minimal SMA) mereka seperti bertaruh hidup dan mati. Berjuang keras memenuhi biaya SPP sekolah mereka. Setidaknya, saya masih beruntung. Sangat beruntung.

Lalu Rp 9.000.000, sembilan juta rupiah, mungkin lebih sedikit. Saya usahakan untuk tetap kurang dari sepuluh juta rupiah akan saya gunakan untuk membeli sebuah Macbook Air 11 inchi, sesuai dengan mimpi saya. Itu sudah lebih dari cukup. Bukan karena saya ingin sok-sokan dan sebatas gengsi mengikuti tren yang ada, namun saya pikir sebuah Macbook air yang tipis akan menunjang salah satu hobi saya untuk menulis dimana saja. Saya suka dengan kesederhanaannya. Program Mac yang simpel dan didukung dengan otak komputer yang mumpuni. Oh, tidak, saya bukan seorang fanboy. Saya pikir, komputer jinjing ini lebih pas untuk saya yang mobilitasnya lumayan tinggi.

Sisanya, Rp 42.970.000, empat puluh dua juta sembilan ratus tujuh puluh ribu rupiah, akan saya berikan untuk kedua orang tua dan sebagian untuk kakak saya. Saya memberi kebebasan penuh untuk mereka menggunakan uang tersebut. Maaf kalau jumlahnya dirasa kecil, tetapi saya yakin seberapapun jumlahnya selalu ada manfaat yang besar dari rejeki yang diterima.

Sekarang jumlahnya sudah pas seratus juta rupiah. Sampai di sini pun, saya masih merasa saya ini egois karena ada beberapa yang terlewat. Saya lupa dengan sekitar saya. Namun, saya tidak akan meminta lebih banyak lagi. Seratus juta sudah cukup. Saya percaya, meski tak disebutkan dalam daftar keinginan di atas, selalu ada kelebihan rejeki yang bisa saya bagi dengan orang lain. Mungkin tidak terlalu banyak, tetapi saya percaya niat baik dan tujuan saya bisa membantu mereka yang membutuhkan. Rejeki itu mengalir. Dalam kurang selalu ada "kelebihan" yang akhirnya mencukupkan. Ketika kita sepenuhnya percaya, Tuhan pasti menyediakan.

Terimakasih untuk rejeki yang tidak sedikit ini. Pada akhirnya, cita-cita saya satu persatu dapat tercapai dengan baik. Terimakasih untuk sejumlah uang dalam cek ini. Semoga tidak membuat saya melupakan kewajiban saya untuk terus bersyukur dan berbagi kebaikan dengan orang lain. Saya percaya, tak pernah ada hal yang mustahil karena campur tangan Tuhan. Terimakasih untuk anugerah yang luar biasa indah ini...

Saya yang mengucap syukur,

Edu

 

---------------------------
Magical May 2012 day 17. Magical Cheque. 

Thursday, May 17, 2012

Puncak Tertinggi

Hari keenam belas,

24 tahun, dan begitu banyak peristiwa luar biasa yang akhirnya mengantarkan saya menjadi seperti sekarang ini. Peristiwa yang tidak selalu naik, ada yang sempat membuat saya jatuh tersungkur. Hidup adalah sebuah kesempatan untuk mengalami, menempa diri dan membentuk hati. Hidup bukan tentang kompetisi, karena bagianku dan bagianmu telah ada sendiri-sendiri.

  1. Saya ada. Bergerak, bertumbuh kembang dan hidup. Tuhan mempercayakan saya untuk ada dan menjadi bagian dari sebuah tempat indah bernama Bumi. Saya bersyukur dikaruniai kedua orangtua yang sangat luar biasa dan bertanggungjawab terhadap kami anak-anaknya. Saya mencintai mereka sepenuh hati. Meskipun tak sedikit saya melawan nasihat mereka, beliau tetap sabar dalam mengasuh kami hingga dewasa ini. Terimakasih, Tuhan. Berkati kedua orang tua kami.

  2. Untuk kesempatan, pertemuan dan pengalaman-pengalaman berharga dengan orang-orang yang hadir dan pernah ada. Dari mereka, saya ditempa dan dibentuk menjadi seseorang. Memperoleh ilmu dan pengetahuan baru, wawasan yang lebih luas dan momen-momen tak terlupakan lainnya. Untuk teman-teman terbaik dan para sahabat saya. Untuk sebuah masa dimana saya akhirnya tahu, seperti apa rasanya pacaran itu. :D

  3. Saya diberi anugerah seperti ini. Mempunyai kecenderungan berbeda dengan orang lain, tidak membuat saya menjadi seseorang yang denial. Terimakasih untuk sebuah proses yang saya tahu tidak sebentar itu, tetapi mengubah cara berpikir saya untuk tetap bersyukur dan menerima dengan penuh keadaan diri saya pribadi. Tidak ada yang salah. Terlahir "berbeda" tidak menyurutkan niat saya untuk berusaha menjadi seseorang yang berguna bagi sekitar. Akan ada saatnya, orang-orang tak lagi memandang orientasi sebagai hal yang harus didiskriminasi. Kita mempunyai hak yang sama. Dan kita bisa hidup berdampingan tanpa perlu saling curiga.

  4. Untuk setiap perpisahan, dan  atau kehilangan. Saya selalu bersyukur dan bisa belajar dari pengalaman-pengalaman ini. Tanpa mereka yang pernah hadir, hidup saya tak akan pernah semenarik ini. Tangan saya akan selalu terbuka dan dengan senang hati menyambut mereka yang ingin kembali. Karena saya sadar, seberapapun kekuatan yang ada di dalam, saya tak bisa hidup sendiri.

  5. Kesempatan untuk belajar dan mendalami dunia kuliner, dalam hal ini Pastry. Suatu fase yang akhirnya bisa membuka mata kalau ternyata ada bakat terpendam yang saya punya di dunia boga. Membawa saya untuk meraih salah satu cita-cita menjadi seorang Pastry chef di kota Kudus dan Jakarta. Waktu itu, bahkan saya belum sepenuhnya lulus tetapi Tuhan sudah memberi pekerjaan yang saya impikan. -- Sekarang, saya memang nyasar tidak lagi mengikuti panggilan hati di dunia kuliner, tetapi saya bersyukur dengan pekerjaan yang dianugerahkan kepada saya di kantor ini. Bukankah dalam hidup kita harus siap dengan perubahan dan hal-hal baru? Saya percaya, ilmu yang telah saya peroleh tetap akan berguna nanti. Hahaha.. masih ada niat kok untuk membuka usaha di dunia kuliner. :D


5 bagian tubuh yang selalu saya syukuri :

  1. Kepala, seluruh sel-sel otak dengan segala kerumitan pikiran serta tak sedikit drama yang pernah ada. Terimakasih untuk anugerah kecerdasan dari Tuhan yang membantu saya memperoleh kesempatan-kesempatan berharga dalam hidup. Otak yang sehat dan berfungsi dengan baik, hingga saya dapat bekerja dan memperoleh nafkah. Terimakasih untuk kekuatan menghadapi tekanan-tekanan deadline dan lusinan bahkan ribuan angka-angka setiap hari di kantor. Kebiasaan saya yang kidal, saya tahu mungkin beban konsentrasi otak saya akan sedikit berbeda dengan orang kebanyakan. Terimakasih untuk ide-ide kreatif yang pernah dan akan selalu ada hingga membantu saya menyelesaikan sesuatu hal dengan baik.

  2. Saya punya tangan dan kaki yang sehat serta kuat. Puji Tuhan, sedikit sekali mengeluh tentang sakit atau rasa tidak nyaman di keduanya. Terimakasih untuk jari yang lengkap dan sehat. Saya bisa melakukan aktivitas tanpa kendala yang berarti.

  3. Terimakasih untuk paru-paru dan jantung yang sehat. Karena tanpa peranan dua organ vital tersebut, saya bukan apa-apa.

  4. Terimakasih untuk bibir, mulut, mata, hidung dan telinga. Saya bisa melihat, mendengar, berbicara, membaui dan semua berfungsi normal. Kelima indera saya bekerja dengan baik. Tanpa melalui mereka, keindahan dunia tak akan pernah saya lihat, rasa dan syukuri. Semoga hanya kalimat-kalimat baik yang selalu keluar dari mulut saya. Serta senyum dan sorot mata tulus dari bibir dan kedua mata saya.

  5. Hati. Mungkin di sini adalah semacam impul syaraf yang mengatur perasaan setiap orang. Terimakasih karena mempunyai hati dengan kekuatan luar biasa yang pernah saya tahu. Terimakasih untuk setiap rasa sakit, luka dan tak sedikit cinta yang pernah ada. Terimakasih karena saya bisa bersyukur hari ini.


Terimakasih, Tuhan....

Terimakasih...

Terimakasih.

--------------------------

Magical May 2102, day 16. Top of The World.

Wednesday, May 16, 2012

Surat Tak Berjudul Untukmu

Hari kelima belas,

Untukmu yang tak perlu aku sebut nama,

Aku masih ingat hari itu. Malam itu. Di sebuah tempat makan lesehan di daerah Jakarta Selatan, hari Senin pukul sembilan malam. Pertemuan singkat yang pertama. Namun, kemudian akan menjadi awal dari sebuah kisah tentang kita. Untukku tidak ada hal yang sia-sia. Sebelumnya, ada semacam tanda atau firasat yang aku punya. Melihat nama kamu muncul secara tidak sengaja di timeline twitter-ku, seolah ada getaran halus yang berbisik, kita akan merajut cerita. Aku belum mengenalmu saat itu. Hanya saja, sepertinya hati saya sudah tahu. Bertemu dan mengenalmu adalah hal yang sangat pantas aku syukuri. Kamu, adalah anugerah. Sebuah jawaban atas doa-doaku sebelumnya. Tersadar, pada pertemuan pertama aku masih merasakan deja vu. Makanya waktu itu aku nanya, "Apa kita sebelumnya sudah pernah ketemu?" Lalu kemudian, kamu menjawab belum. Aku tidak akan menyebut nama, inisial, atau panggilanmu. Cukuplah aku, kamu dan Tuhan yang tahu.



Lima bulan bersama, memberi warna yang indah untukku. Lima bulan yang mungkin terasa seumur jagung. Lima bulan penuh tawa. Lima bulan tentang belajar menjadi seseorang yang lebih dewasa. Lima bulan yang tak genap pada akhirnya, ketika salah satu memilih memisah langkah dan berbalik meninggalkan. Terimakasih karena memilih seseorang lain itu dan tidak memberi penjelasan apa-apa kepadaku. Memilih bungkam dan diam ketika kesalahan seperti ditumpukan kepadaku, terimakasih. Ini membuat diriku belajar untuk tetap kuat berdiri, dan semakin mencintai diri sendiri. Agak sulit menuliskan kembali potongan-potongan kisah ini. Semacam ada rasa enggan, tetapi harus dituliskan. Maaf, mungkin akan menjadi tulisan paling berantakan. Kalau sekarang kita seperti dijauhkan dan belum diijinkan untuk saling beririsan, pada suatu saat, aku selalu percaya kita akan kembali dipertemukan. Tak bisa menebak akan seperti apa, biar nanti waktu yang mengantar kita kembali di sebuah persimpangan untuk sekadar menyapa atau bertemu muka. Banyak hal yang terkadang membuat hati bertanya-tanya. Lagi-lagi, aku hanya bisa diam.
Semua pertanyaan selalu berpasangan dengan jawaban. Untuk keduanya bertemu, yang dibutuhkan cuma waktu. -Supernova Partikel

Jatuh cinta denganmu bukan hal yang harus saya sesali. Bukan kebodohan yang harus ditangisi. Aku bahagia. Tetapi di satu sisi, aku bahkan tak pernah benar-benar tahu bagaimana keadaan dirimu di sana. Kamu seperti menutup diri dariku atau malah terasa berjarak antara kamu dan aku. Aku yang harusnya maklum. Karena dia, kan. Tidak apa-apa. Semoga bahagia ya dengan seseorang yang akhirnya kamu pilih. Maaf untuk kisah kita yang tak berjalan sesuai dengan harapan.

Lima bulan. Dalam kurun waktu tersebut, ada banyak sekali hal yang ingin aku sampaikan. Tentang kenangan-kenangan, cerita-cerita indah yang pernah ada dan akan selalu ada. Tentang momentum paling istimewa dari sebuah alur cerita berjudul kehidupan.

  1. Kamu hadir di saat aku mulai pesimis tentang cinta dan hubungan antara satu orang dengan lainnya. Kamu tahu, aku mencintaimu. Selalu.

  2. Terimakasih untuk malam-malam yang menyenangkan di taman itu. Di Sevel, di tempat makan lesehan, di sudut parkiran sebuah mall, atau di tempat manapun kita berdua pernah menghabiskan malam untuk berbagi cerita dan saling adu siapa yang paling gombal, aku atau kamu. Segelas kopi, teh Camomile, cemilan keripik, pizza yang dingin, burger, chesse muffin, dan mie instan cup adalah teman yang akrab dengan kita berdua. Terimakasih karena aku ada saat hari ulang tahunmu.

  3. Kamu adalah seseorang yang sedikit banyak mengubahku menjadi seseorang yang lebih baik. Mengajarkan aku untuk tetap kuat dan tidak mudah menyerah.

  4. Terimakasih untuk liburan berdua di Magelang dan Candi Borobudur. Itu adalah kali pertama aku naik kereta api ekonomi untuk pulang ke Jawa. Stasiun Tanah Abang - Kutoarjo, Januari 2012. Sebuah momen yang tak akan pernah aku lupakan. Saat-saat paling panjang yang pernah kita habiskan bersama, berdua. Meskipun agak sedikit kacau karena transportasi pulang ke Jakarta yang di luar rencana. Akhirnya, kamu bisa makan Kupat Tahu Magelangan, kan di sore yang tiba-tiba hujan sebelum berangkat ke Jogjakarta. Langit di atas Candi Borobudur, tetaplah langit yang sama seperti tempatmu dan aku berdiri saat ini. Kita hanya terpisah jarak dan kesempatan, namun langit kita tetap satu. Masih ingat tentang foto kaki kita berdua di lantai atas pelataran Stupa?

  5. Kamu adalah orang pertama yang bisa membuatku bangkit dari kursi empuk dan meninggalkan studio sebuah bioskop lalu berjalan pulang karena sudah terlalu malam. Padahal, film belum lama dimulai. Terimakasih, dan akan selalu aku ingat pesanmu di telepon saat itu. Iya, aku harus lebih peduli dengan diriku sendiri.

  6. Terimakasih untuk segala macam perhatian, rasa sayang, dan cemburu yang pernah hadir dalam dirimu. Maaf untuk sikapku yang kadang membuatmu geleng-geleng kepala. Terimakasih untuk kejutan-kejutan kecil namun manis darimu. Aku masih ingat, ketika di satu malam kamu tiba-tiba membawakan aku 30 sachet kopi instan dan gelas putih bertutup merah untuk menyeduh kopinya. Terimakasih. Atau, yang terakhir, kamu memasukkan beberapa buah lemper ayam di saku jaket dan memaksa aku untuk ikut menghabiskan. -- Oh ya, sebenarnya aku menyiapkan sepasang cangkir untuk dipakai kita sebagai tempat teh atau kopi untuk menemani obrolan-obrolan hangat saat nanti aku pindah kost. Haha... barangkali, memang belum saatnya cangkir itu digunakan. Mungkin tak pernah. :D

  7. Terimakasih untuk malam-malam berdua di atas sepeda motor. Akhirnya, aku bisa selalu memelukmu dari belakang. Satu hal yang paling aku suka, sembari membaui jaket dan wangi parfum yang meruap dari tubuhmu.

  8. Terimakasih karena aku pernah ada ketika kamu sakit dan menjadi orang pertama yang mengurusmu saat itu. Menggosok tubuhmu dengan balsem, membuat tatto garis-garis dengan koin lima ratusan (kerokan), dan memberi sedikit pijatan agar tubuhmu kembali sehat seperti semula. Lalu memberimu sebuah pelukan. Hangat. Waktu itu, aku bangun pukul empat pagi dan menyiapkan air panas untuk kamu mandi. Menyiapkan teh manis dan sedikit cemilan untuk sarapan.

  9. Tentang malam itu, ketika semua memang harus diakhiri, terimakasih. Dari sanalah saya belajar tentang keikhlasan dan belajar untuk melepaskan. Melihatmu memilih dia.  Sesulit apapun, ternyata setiap orang punya kekuatan besar dalam dirinya ketika tak ada lagi hal yang bisa dilakukan kecuali menerima. Melawan tak akan pula mengurungkan niat dan membuatmu kembali padaku.

  10. Terimakasih karena Tuhan mengirimkan dirimu untuk jadi sebuah bagian dari kisah-kisah dan perjalanan hidupku. Bapak Ibu selalu senang denganmu. Merekalah yang kadang menanyakan bagaimana kabarmu, yang seringnya aku harus jawab, "Baik, Pak/Bu" karena aku tak selalu tahu dan bisa berkomunikasi denganmu seperti dulu.


Masih banyak hal yang bisa aku tulis, tetapi biarlah semua hanya Tuhan dan kita yang tahu. Terimakasih untuk semua hal manis yang pernah kita habiskan bersama dulu. Saat ini, memang aku ingin sekali bertemu, tetapi aku pikir, sudahlah, kita berjalan di arah masing-masing dahulu. Kalau nanti kita memang ditakdirkan bertemu, boleh aku memeluk dan menciummu sekali lagi? :D -- Tentang sebuah janji dariku, akan tiba untukmu nanti.

Rasa ini masih sama. Entah akan mengkristal atau membatu, ketahuilah bahwa sayangku selalu ada untukmu.

Terimakasih untuk saat-saat indah bersamamu...
Ho'oponopono: I'm sorry. Forgive me. I LOVE YOU. Thank you.. :')

-------------------------------

Magical May 2012, day 15. Healing a Broken Relationship.

Sunday, May 13, 2012

Untukku, Kelak di Kemudian Hari

Hari ketigabelas,

tentang diriku dan harapan-harapanku di waktu-waktu yang akan datang...

  1. Tak lama lagi, aku percaya seseorang itu akan datang. Tahun ini aku kembali mempunyai seseorang yang akan menempati ruang kosong di hati. Seseorang yang baik, mencintaiku dengan tulus dan sepenuh hatinya. Aku tahu, dia adalah seseorang yang telah dikirim Tuhan untuk menemani hari-hari sepiku belakangan ini. Seseorang tampan menurutku, dan dari dalam dirinya selalu ada sayang yang tak pernah surut untuk ia bagi bersama denganku. Seseorang yang akan berkata, "I just can't see you being crushed anymore. By your own hope." Matanya bulat bening, dan mungkin berkacamata. Seseorang yang selalu menyediakan bahunya untuk bersandar dan untukku meletakkan kepala. Orang yang baik hati, karena selalu mau aku peluk dari belakang. Ia selalu mendukung apa yang terbaik untukku meski di satu saat, kami tak selalu sependapat. Ia akan menjadi teman nontonku yang paling setia. Aku akan berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk dirinya.

  2. Aku memperoleh gelar sarjanaku. Sarjana Ekonomi -- summa cum laude, sesuai dengan keinginan Bapak dan Ibu. Latar belakang pendidikanku sendiri adalah pariwisata perhotelan. Tidak mengapa, karena aku ingin memberi sebuah hal yang terbaik yang bisa aku beri untuk kedua orang tuaku. Kemudian, aku berhasil memperoleh beasiswa Strata-2 Jurnalistik / Komunikasi sesuai dengan cita-citaku sebelumnya. Entah di Indonesia atau di luar negeri, orang tua dan kekasihku akan mendukung sepenuh hati.

  3. Karierku di perusahaan multinasional berkembang luar biasa. Berkat kerja keras dan dukungan dari orang tua, keluarga dan seseorang yang sangat aku cinta. Aku selalu punya iman, dalam hidup tak pernah ada hal yang mustahil karena Tuhan. Diangkatnya aku terus naik bukan turun, menjadi kepala dan bukan menjadi ekor. Potongan ayat kitab suci yang selalu ada dalam hati dan pikiranku. Tuhan memberkati kami dan keluarga secara luar biasa. Keinginanku untuk menjadi seorang backpacker di sela-sela kesibukan kantorku akhirnya berhasil terlaksana. Aku bercita-cita untuk mengunjugi tempat-tempat terbaik di Indonesia, tanah airku, setidaknya satu kali seumur hidupku. Pergi keluar negeri, akan menjadi destinasi perjalananku selanjutnya.

  4. Aku bisa mempunyai sebuah rumah sederhana yang sesuai dengan harapanku. Dengan kebun kecil di belakang rumah, tempat kami -- aku, keluarga, orang tua, dan orang yang aku cintai bisa bersama-sama dalam tawa dan canda. Menghabiskan sepotong sore dan menikmati pagi sambil minum teh atau kopi. Rumah yang dekat dengan alam, karena aku memang tak terlalu suka dengan begitu banyak keramaian dan hingar bingar.

  5. Kalau Tuhan mengijinkan, aku ingin sekali bisa mengajak Bapak dan Ibu untuk pergi bersama ke Lourdes, Perancis, dan menapaktilas perjalanan Yesus Kristus di Israel. Kemudian menghadiri sebuah misa Minggu sore di Vatican, Roma. Ingin rasanya, sekali seumur hidup bersama-sama dengan Bapak dan Ibu menghabiskan malam di suatu tempat yang menjadi dasar dan awal dari iman Katolik kami.

  6. Aku ingin mempunyai perpustakaan yang lengkap. Walau tak terlalu besar, koleksi yang tersedia mencakup buku-buku dari penulis-penulis terbaik. Perpustakaan akan dibuka untuk umum, tanpa terkecuali. Ada satu keinginan besar dalam diriku agar orang-orang di sekitarku yang tak begitu beruntung untuk mendapat akses ilmu dengan baik, dapat belajar di perpustakaan milikku. Tentunya akan ada ruang kelas kecil, ruang baca yang nyaman dengan lantai kayu dan sofa-sofa empuk. Penerangan akan jadi hal yang aku perhatikan. Internet tanpa kabel tersedia 24 jam penuh.

  7. Aku ingin menjadi seseorang yang berguna untuk sekitar. Apa yang telah aku raih, semoga tidak akan membuatku tinggi hati lalu tidak peduli terhadap sekitarku. Aku ingin lebih banyak membantu mereka yang kurang beruntung. Tak selalu dari segi materi, tetapi apa saja yang terbaik yang bisa aku dedikasikan untuk mereka. Aku selalu berharap, tak ada lagi diskriminasi dan pemaksaan kehendak dalam bentuk apapun suatu saat nanti. Aku ingin melihat Indonesia bertumbuh menjadi negara yang lebih baik. Toleran dan saling menghormati antar warga negaranya.

  8. Kalau pada akhirnya aku (ditakdirkan) menikah, aku akan menikah di Gereja tempat aku memperoleh semua Sakramen-sakramen; Baptis, Komuni Pertama, dan Krisma. Santo Ignatius Magelang. Aku ingin pemberkatan yang sederhana namun sakral. Siapapun nanti yang menjadi pasanganku, pakaian kami berdua berwarna putih. Altar gereja akan dihias dengan salah satu bunga kesukaanku, Lily putih. Paduan suara dan piano serta violin dan cello,  akan mengiringi prosesi ketika aku, kami berdua, mengucap janji setia di hadapan Tuhan. Ave Maria tetap jadi urutan teratas lagu yang harus ada saat itu.

  9. Orang tua kami bahagia, keluarga kami makin diberkati karena pada akhirnya aku memberikan seorang -- mungkin dua orang cucu tambahan, laki-laki dan perempuan yang lucu dan sehat. Dua orang anak yang baik dan berbakti kepada kami serta tak pernah membeda-bedakan satu dengan lainnya. Dua orang malaikat kecil yang senantiasa kami bimbing dalam iman Katolik. Walau demikian, kami tidak akan memaksakan semua yang kami mau. Kami memberikan mereka kebebasan dalam memilih, termasuk jujur terhadap diri mereka sendiri. Apapun itu, kami mendukung sepenuh hati.

  10. Sebelum akhirnya aku menutup mata dan kembali ke rumah Bapa, semoga aku menjadi seseorang yang jauh lebih baik dari hari ini. Tak ada dendam atau amarah, dan kesalahan-kesalahan yang pernah aku lakukan telah kumintakan maaf pada mereka-mereka yang sadar atau tak sadar pernah tersakiti. Aku ingin mempunyai sebuah kenangan paling baik terhadap orang-orang yang aku tinggalkan.


Semua terasa indah ketika harapan-harapan itu berjalan sesuai dengan harapanku. Tetapi semuanya aku serahkan kepada Tuhan yang memiliki hidupku. Kalau nantinya ada beberapa yang tidak sesuai dengan harapanku, aku selalu percaya bahwa itulah yang paling baik menurut Tuhan untuk ada dalam hidupku. Semoga Engkau selalu menjaga dan menopang hidupku, serta orang tua, keluarga dan orang-0rang tersayang yang ada di sekelilingku. Terimakasih...

Terimakasih, Tuhan...

Terimakasih...

 

------------------------

Magical May 2012 day 13. Future Wishes. -- Jakarta, 16 Mei 2012

 

Monday, May 7, 2012

Kompleksitas Hidup dan Sebuah Proses Belajar

Hari Ketujuh,
Angka tujuh selalu menarik hati saya. Saya menyukai angka tujuh. Tujuh yang dikali dua sama dengan empat belas adalah tanggal kelahiran saya. Secara pribadi memang saya memfavoritkan hari ini, disamping sebuah tugas yang rasa-rasanya memang ingin saya tulis. Saya sendiri pernah mengutarakan niat saya kepada seseorang untuk menulis lebih banyak lagi sosok yang akan saya tulis ini. Saya memang tak pernah percaya akan adanya kebetulan. Semua yang berada di alam semesta adalah bagian dari rencana-Nya. Entah free-will itu ada atau tidak, pada akhirnya saya melihatnya sebagai konsep dan kesadaran manusia untuk mengubah konteks dan cara pandang sebuah hal. Kita (katanya) diberi kebebasan untuk memilih. Kanan atau kiri, pilihan yang satu atau yang lain. Namun, pada ujungnya selalu menunggu sebuah konsekuensi. Tak pernah benar-benar bebas. Tetapi kesadaran kitalah yang harus kembali memandang hal itu sebagai anugerah atau menjadikannya masalah. Toh, dari awal kita sendiri yang telah memilih. Sebenarnya, ini semacam pendapat sok tahu dari saya sendiri sih untuk -- katakanlah, lebih mudah untuk diterima impul syaraf dari sel-sel otak saya. Pikiran saya.

Dalam hidup, akan selalu terdapat masalah-masalah yang menuntut kita untuk diselesaikan. Beberapa diantaranya, terkadang membuat kita bertanya-tanya apa dan mengapa. Misalnya, apa salah saya atau mengapa harus saya. Setiap orang punya masalahnya sendiri-sendiri. Apa yang menurut kita sepele, bagi orang lain mungkin seperti akhir dari hidupnya.

Masalah saya sekarang, bisa jadi terlihat amat sangat sepele buat orang lain. Namun untuk saya, ini adalah beban yang menuntut saya untuk segera membereskan. Mendistrak pikiran saya yang semula fokus, menjadi terpecah ke dalam beberapa hal hampir dua bulan ini. Saya tidak akan menceritakan secara gamblang di tulisan ini. Saya hanya akan membuat sebuah surat terbuka, karena sampai sekarang saya masih tidak tahu bagaimana caranya saya menyampaikan langsung.
Untuk Ajenehh, sengaja saya memakai nama lain. Banyak yang ingin saya tulis entah nanti berguna atau tidak, semoga pesan ini tersampaikan. Kita tak pernah saling mengenal. Namun rupanya, hidup memaksa kita menjalani awal yang boleh dibilang tidak menyenangkan. Harusnya, kita tetap jadi dua orang asing di dunianya masing-masing. Tetapi saya selalu percaya ada maksud Tuhan dengan semuanya. Masihkah menganggap saya sebagai satu-satunya sumber masalah? Kalau pun iya, tidak apa-apa. Sekarang ini, semua seperti benang kusut dan tak yakin akan terurai ujung pangkalnya. Begitu aneh, ketika seseorang yang bahkan tidak pernah saya kenal menganggap saya sebagai satu-satunya orang yang harus dipersalahkan.

Aje, saya tahu, sesuatu itu belum menemukan titik terang. Terlalu banyak prasangka-prasangka yang selewat hadir di sudut pikir. Saya tidak marah pun dendam dengan yang telah terjadi. Nyata-nyata yang saya tahu, kita adalah dua orang yang sedang dipermainkan oleh "keadaan dan situasi." Kamu pasti mengerti maksudnya. Pada akhirnya saya memilih diam dan pergi. Saya tidak ingin melawan. -- Mengapa kita tak coba untuk sedikit saja merendahkan hati dan meletakkan ego kita sendiri dan mulai berbicara hati ke hati?

Kalau kamu membaca tulisan ini, saya ingin menyampaikan, seseorang yang kini dekat dengan kamu telah bersama dengan saya sebelumnya, bisa jadi sebelum kamu ada. Saya tidak datang tiba-tiba. Namun pada akhirnya saya memilih melepaskan bukan karena saya tak ingin berjuang, tetapi hati mengisyaratkan cukup. Saya sadar dari awal, bahwa tak pernah ada kompetisi siapa unggul atas siapa. Kamu memang tidak akan pernah memperoleh apa yang jadi menjadi penasaranmu terhadap saya sekarang. Nanti. Hidup selalu punya caranya sendiri mengungkapkan sesuatu. Selama ini yang kau cari bisa begitu saja dihadirkan di depan mata tanpa kau siap atau berjaga dengan segala kemungkinannya. Titip mas, ya. Tanpa saya, berarti Tuhan memercayakan kamu untuk menjaganya lebih baik dari yang pernah saya berikan. Saya juga percaya kamu orang yang baik. Itu saja. Mengenai sikap-sikap kamu ke saya kemarin, saya tak pernah mempersalahkan. Saya memaafkan bukan lantaran kamu belum tahu, tetapi hati saya bilang memaafkan tanpa harus punya tendensi apa-apa. Tidak ada yang benar atau salah di sini, yang ada hanyalah semacam 'waktu belajar' untuk semua. Dengan tangan terbuka, saya selalu siap untuk sekadar ngobrol berdua dan menanggalkan segala 'atribut' yang melekat di  diri kita. Kamu tak pernah jadi musuh saya. Strangers are just family you have yet to come to know. -Mitch Albom Kamu percaya? Dari titik ini, saya tidak lagi memandang kamu sebagai orang yang sama seperti waktu-waktu lalu. Kamu seseorang yang baru. Hingga saatnya, Tuhan punya cara yang lebih baik untuk melaksanakan apa yang selama ini selalu jadi sebuah tanda untuk saya. Semoga.  -E-

Masalah yang ada buat saya menjadi semacam ruang kelas untuk belajar. Dari sanalah saya ditempa untuk bertumbuh dan berkembang menjadi seseorang lebih baik. Masalah yang seringkali datang dan mendistrak kemampuan berpikir saya untuk bergerak, biasanya turut andil yang tidak sedikit terhadap warna hidup yang saya jalani. Selama hampir dua bulan sejak "saat" itu, saya belajar untuk menjadi seseorang yang lebih sabar, ikhlas dan berani untuk mengubah hal yang selama ini menurut saya sebagai beban menjadi sebuah kejadian yang mustinya saya syukuri. Saya menjadi lebih berhati-hati ketika berhadapan dengan sesuatu yang negatif, dan tidak asal-asalan untuk bertindak / mengambil keputusan. Kalau sekarang saya belum menemukan orang yang tepat, pada waktunya nanti pasti akan ada seseorang itu. Mungkin sekarang, tugas saya bukan mencintai dan fokus hanya pada satu orang. Tetapi dengan orang-orang di sekitar saya, seperti teman-teman, keluarga, dan sahabat. Kehilangan tidak selalu tentang hidup yang tiba-tiba tercerabut dan berhenti. Saya bersyukur untuk waktu sekarang. Lebih banyak kesempatan untuk berkaca dengan diri sendiri dan menikmati waktu-waktu yang tadinya terlewat. Saya sudah merasa tenang dengan apa yang saya punya. Tak berlebih, tetapi cukup untuk saya pribadi. Terimakasih untuk hidup yang memberikan saya kesempatan belajar di salah satu ruang-ruang kelasnya. Saya sadar, masih banyak kelas-kelas lain yang nanti akan dipelajari. Semoga selalu ada kemampuan, kekuatan dan kesiapan diri pada saatnya. Terimakasih... Terimakasih... Terimakasih...

 

 

------------------------

Magical May 2012 - day 7 | Biggest Stone, Tallest Wall

Saturday, May 5, 2012

Rejeki yang Tak Pernah Berhenti Mengalir

Hari kelima,

Sudah mendekati satu minggu sejak saya mengikuti program ini. Semacam project pribadi dengan Tuhan, tentang bagaimana kita memandang hidup lalu kemudian bersyukur atas semua pencapaiannya. Terimakasih telah memberi saya begitu banyak kemampuan yang pada satu waktu sepertinya saya merasa tak mampu untuk menghadapi tantangan-tantangan di depan mata. Seringkali, saya sudah duluan menyerah dan tak percaya dengan kemampuan diri sendiri sebelum akhirnya sebuah kenekatan tiba-tiba muncul dalam benak saya untuk tetap bergerak maju. Hidup mengajarkan saya begitu banyak hal, salah satunya, seberat apapun langkah-langkah yang harus dituju, pada akhirnya tak selalu berat seperti kelihatannya. Setiap orang punya kemampuan luar biasa dalam dirinya untuk menaklukkan setiap tantangan. Seringnya ini tidak disadari. Maka, saya bersyukur untuk kemauan dan niat yang besar dalam diri saya untuk terus bergerak bukan hanya diam atau cukup puas dengan jalan di tempat. Pikiran-pikiran negatif memang tidak akan membawa kita kemana-mana. Seperti terkungkung dalam cangkang kerang yang sempit, menghimpit bahkan bisa jadi gelap. Esensi hidup itu berjalan. Menatap lurus ke depan, dan tak berhenti lantaran di tengah arus perjalanannya kita tak memperoleh apa yang kita harapkan. Tak semua harus sesuai dengan apa maunya kita. Hidup adalah tentang belajar menerima apa yang telah disuguhkan, bukan mengeluh seperti tak pernah ada tujuan. Semua yang ada dalam kita, tak pernah sia-sia. Hidup bisa jadi sebuah masterplan yang agung, tentang kita dan orang-orang di sekitar dari Tuhan pencipta Semesta Alam. Makanya, jangan pernah protes ketika hidup menawarkan 'apa perlunya' dan bukan 'apa maunya' kita. Bersyukurlah. Semua adalah hal-hal terbaik, hanya di saat yang bersamaan kita belum sepenuhnya sadar.

Bersyukur untuk hari keempat, ketika dapat berjalan dengan baik. Terus terang, saya agak kebingungan juga untuk menulis satu persatu, karena apa yang saya terima kemarin semuanya harus tetap disyukuri. Saya masih tetap bekerja dan mempunyai penghasilan, makanan dan minuman yang cukup untuk saya dan keluarga, bersyukur masih diberi kesehatan di tengah kondisi cuaca yang tidak menentu belakangan ini. Kemarin, saya juga harus bersyukur walaupun pulang Patas yang saya tumpangi itu penuh dan terpaksa berdiri. Bersyukur masih punya dua kaki dan kondisi tubuh yang prima untuk berdiri di tengah kemacetan yang luar biasa jahanam menurut saya. Hahaha... 2 jam berdiri dan mungkin sudah ganti-ganti posisi beberapa kali. Puji Tuhan untuk kaki yang begitu sampai rumah pegal-pegal. Tetap disyukuri, kan? Toh saya ingat, ada orang-orang lain di luar sana yang harus bekerja sambil berdiri, mungkin sekitar 8 jam atau lebih. Contoh paling mudah adalah para Sales Promotion di mall-mall. Bisa dibayangkan, mereka tiap hari berdiri dan melayani para pembeli produk yang mereka tawarkan. Terkadang bisa dehidrasi, karena seringnya yang saya tahu, kurangnya asupan cairan. Berjuang memakai sepatu hak yang sudah ditetapkan tingginya oleh manajemen toko. Rasa-rasanya saya memang harus lebih banyak bersyukur karena ini tak setiap hari saya alami. Dulu, saya sendiri juga pernah mengalami kondisi kerja yang demikian ketika masih bekerja di dapur Pastry sebagai Chef. Lumayan berat, dan dituntut harus serba gesit di tengah tekanan yang boleh dibilang tidak ringan. Kondisi tubuh memang harus selalu prima. Makanya, saya benar-benar bersyukur karena pernah ada dan merasakan, sehingga tidak begitu saja memandang sebelah mata pada orang lain.

Kemarin, saya ngobrol-ngobrol, bercanda, dan ngegodain mas. Hal yang sering saya atau kami berdua lakukan. Sesuatu yang mungkin sekarang hampir-hampir jadi barang mewah karena kondisi kami akhir-akhir ini memang tak lagi seperti waktu-waktu lalu. Bersyukur untuk kedekatan kami berdua. Memang, untuk waktu-waktu sekarang, kami belum bertemu lagi secara fisik. Entah kapan, saya percaya akan ada saat untuk itu. Biarlah hari ini, kami menjalani fase masing-masing untuk sama-sama bertumbuh dan bertransformasi menjadi seseorang yang lebih baik. Kami tak pernah putus dalam berhubungan, kami sedang belajar untuk saling merindukan. Mungkin nanti, kita adalah dua orang yang paling berbahagia karena dipertemukan. Pengin nangis sih ketika ngetik ini. Ga tahu kenapa. Saya juga bingung untuk nulisnya gimana. Hahaha... Kalau ada yang tahu, mungkin akan terasa di tiap kata dan kalimatnya. Saya seperti meniupkan nafas dan menyuntikkan nyawa ketika berbicara mengenai sosoknya.

Kemarin malam, di rumah kakak masak Soto Ayam. Makanan yang saya suka dan selalu mengingatkan Bapak dan Ibu di Magelang. Iya, Bapak dan Ibu memang punya warung Soto Ayam. Kata langganan Bapak, teman-teman, mantan saya, dan Mas yang pernah mencoba soto Bapak enak dan lain dari soto-soto sejenis di dekatnya. Saya sendiri harus mengakui itu, bukan karena saya salah seorang putranya, tapi ya memang begitu. Pengin sih, nanti suatu saat saya bisa mengembangkan usaha Bapak dan Ibu memakai resep keluarga hasil eksperimen kedua orang tua saya. Bukan resep rahasia juga, toh ketika teman-teman nanya ke Ibu pun, pasti dengan senang hati akan diajari. Tapi, di beberapa point, ada satu kekhasan yang tidak dibagi ke orang lain. Hahahaha.... :D

Kemarin dapat oleh-oleh beberapa biji Apel dari teman baru pulang dari Malang. Kota yang sangat-sangat ingin saya kunjungi. Semoga kesampaian. Ya bukan berarti saya mau ngapelin mantan sih, begitu yang sering teman-teman saya bilang kalau udah bikin rencana mau trip ke Malang. Haha... tapi boleh jugalah kalau dia berkenan jadi tour guide selama di sana. :P

Saya lupa untuk bersyukur karena menemukan "Segitiga", batu saya. Tadinya bingung banget karena ternyata lumayan susah menemukan batu di Jakarta. Kaya mau terbang pinjam baling-baling bambu dan pergi ke rumah di Magelang yang pasti gampang banget nemuin batu. Sempat dapat satu, lumayan besar, tapi hati saya bilang tidak. Ga ada ikatan atau apalah namanya. Pokoknya ga sreg. Saya simpan dulu semalaman, lalu besoknya ketika saya berangkat ke kantor di dekat rumah, tiba-tiba mata saya tertuju padamu ke sebuah batu kecil. Saya ambil. Bentuknya segitiga, dan hati saya bilang "ini". Segitiga, punya arti yang dalam buat saya entah kenapa. Berhubungan dengan sebuah fase yang belum lama (atau mungkin sekarang masih) dijalani. Tiga, berarti nama saya: Tri. Bentuknya sekilas ketika dibalik memang mirip hati. Batu yang keras, sepertinya memang sedikit mirip dengan gambaran sifat saya yang kadang-kadang keras, dan ngeyel; tetapi kuat. Eh, saya tidak boleh sombong, ya? Maaf.

Mungkin sisanya, saya berterimakasih untuk satu hari kemarin yang mungkin terlewat atau tak sempat saya ingat dan syukuri.

Terimakasih...

Terimakasih...

Terimakasih...

==========

Berbicara mengenai rejeki yang telah saya terima, jujur, banyak sekali. Sangat banyak. Kalau 10 saja mungkin tak ada apa-apanya ketimbang yang pernah saya dan keluarga terima selama ini. Saya tidak akan menuliskan apa-apa di sini, tetapi mungkin sedikit berbagi dengan apa yang telah saya alami. Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, keluarga saya memang bukan dari ekonomi yang kuat. Sederhana, dan dulu pernah tahu bagaimana rasanya kekurangan. Saya selalu bersyukur untuk satu hal itu. Bapak bukan datang dari golongan yang berpendidikan tinggi, kalau boleh saya bilang, Sekolah Dasar saja mungkin tidak lulus. Tetapi sepanjang yang saya tahu, Bapak adalah seseorang yang punya kemauan luarbiasa untuk berkembang dan maju. Beliau bahkan tidak pernah malu untuk belajar dengan orang-orang baru. Pernah merantau hingga Sumatera, dan akhirnya menetap di Magelang setelah bertemu dengan Ibu saya. Puji Tuhan, dari kecil saya diajarkan untuk tidak manja. Saya bahkan hampir tidak pernah minta dibelikan ini itu, meski teman-teman yang mempunyai mainan atau baju atau makanan yang saya tahu tidak mampu beli. Saya cukup puas dengan apa yang saya miliki. Seringnya, malah Bapak dan Ibu yang tiba-tiba mengajak saya ke sebuah toko mainan dan di sana mereka membelikan saya satu, meski tak seberapa. Kenangan yang saya ingat adalah ketika saya sekitar 3 atau 4 tahun, sepulang dari gereja, Bapak Ibu membawa saya ke toko dan membeli sebuah piano mainan kecil dari kayu. Warnanya merah dengan tuts kecil putih satu setengah oktaf, dengan tuts hitam (kres #) yang cuma dicat tanpa bisa ditekan. Saya senang luar biasa. Bisa jadi, itu mainan paling mahal yang pernah saya peroleh dari Bapak dan Ibu. Yah, ketika kecil, saya terobsesi ingin jadi organis/pianis gereja ketika saya sudah besar.

Saya bersyukur karena bisa bersekolah di sekolah yang masuk kategori terbaik di kota saya. Tanpa campur tangan Tuhan, rasanya saya hampir tak percaya. Dari TK sampai SMA, Bapak dan Ibu memasukkan saya ke sekolah swasta Katolik di Magelang. Waktu lulus SD, tadinya saya ingin melanjutkan ke sekolah negeri, apalagi saya cukup yakin dengan angka NEM saya saat itu. Bapak bilang "Tidak. Kamu masuk ke Tarakanita saja yang bagus dan disiplin. Dekat dari rumah juga." -- Saya memang sempat dilema, bukan protes, karena saya tahu itu sekolah yang cukup mahal untuk saya pribadi. Bapak meyakinkan saya, bahwa nanti pasti sudah disediakan rejekinya. Daripada kamu sekolah jauh-jauh, kan ongkos transport bisa dialokasikan ke yang lain, entah buku-buku dan SPP kamu. Saya bersyukur atas itu. Di sekolah yang kemudian mengajarkan saya untuk tidak pernah membeda-bedakan, kesadaran dan disiplin yang tinggi sedikit banyak membentuk diri saya sekarang ini. Saya pun selama tiga tahun, berhasil memperoleh beasiswa. Terimakasih...

Saya bersyukur dengan bantuan finansial untuk saya sekolah dan Bapak Ibu dari kakak yang sudah bekerja di Jakarta. Puji Tuhan, sedikit banyak membantu kehidupan kami di Magelang saat itu. Terimakasih.

Bapak akhirnya bisa membeli tanah dan rumah yang lebih layak untuk kami. Sebuah pencapaian yang menurutnya paling besar dari seorang Bapak dan Ibu. Berjuang bertahun-tahun di tengah kondisi ekonomi kami yang tidak begitu kuat, Bapak bisa menyisihkan sedikit penghasilannya untuk membeli impiannya. Sebuah rumah milik sendiri. Tadinya, kami tinggal di tanah peninggalan nenek-kakek saya. Rumah kami kecil, hanya tiga petak. Itu pun juga jerih payah Bapak yang membangun sendiri berbekal hasil beliau merantau. Kami sudah biasa dipinggirkan saat itu, lantaran ekonomi kami yang dianggap kurang. Saya sendiri sampai sekarang masih suka terharu, ketika akhirnya Bapak dengan tabungannya yang tak seberapa ditambah hasil menjual jatah tanah dari orangtuanya di desa untuk membeli tanah dan membangun impiannya. Rumah yang lebih layak untuk tempat tinggal istri dan anak-anaknya. Satu hal yang selalu saya ingat adalah, "Biar kamu nggak malu kalau ada teman-teman yang main. Dan nanti, Bapak ga perlu bingung untuk nampung cucu-cucu dan mantu Bapak." Terimakasih untuk anugerah yang luar biasa ini.

Saya bersyukur, karena satu cita-cita masa kecil saya tercapai. Saya dibiayai Kakak untuk ikut kursus musik Electone di Yamaha. Waktu itu, sepulang saya latihan drama Natal di gereja, kakak yang baru pulang dari Jakarta, menjemput saya. Katanya, yuk kamu daftar kursus musik. Saya gak bisa berkata-kata. Saya senang. Bagian dari masa kecil yang akhirnya tak cuma jadi angan tetapi merangkak keluar dari kotak dan mewujud jadi kenyataan. Saya belajar Electone selama 4 tahun, yang akhirnya saya memilih berhenti untuk fokus ke sekolah disamping tidak ingin merepotkan lagi mengenai biaya yang saya tahu tidak murah itu. Lagipula, waktu 4 tahun sudah cukup untuk saya menguasai dasar-dasarnya. Membaca partitur, menyinkronkan jari jemari di atas papan tuts dan lain-lain. Selebihnya, improvisasi dan tetek bengeknya bisa otodidak saya pelajari. Terimakasih untuk sebuah kesempatan mencapai cita-cita...

Pada dasarnya, sesusah apapun kondisi ekonomi kami, Tuhan tak pernah berhenti untuk memberkati. Selalu ada saja bantuan-bantuan yang kadang tak pernah kami pikirkan sebelumnya. Ketika bingung membayar tagihan sekolah atau listrik, misalnya, tiba-tiba seolah ada rejeki yang diberikan dari atas. Semua dapat diselesaikan dengan baik. Ini yang terus terjadi sampai sekarang. Entah keberuntungan atau apa namanya, yang pasti setiap manusia punya rejekinya sendiri-sendiri. Sekarang yang harus disyukuri adalah bagaimana kondisi ekonomi keluarga yang semakin baik. Tadinya bingung untuk membagi-bagi penghasilan yang tidak seberapa untuk makan, bayar ini itu, kini kami bisa membantu sedikit-sedikit saudara atau sekitar yang sedang memerlukan. Saya bersyukur dan berterimakasih dengan anugerah yang Tuhan beri. Rejeki kami tak pernah berhenti mengalir. Tuhan baik? Iya, sangat baik dan terlampau baik untuk kita yang sering lupa mengucap terimakasih. Ketika memandang ke bawah, saya bersyukur pernah ikut merasakan apa yang mereka rasakan. Akan ada saatnya untuk mereka diangkat ke atas. Setiap manusia punya kesempatan dan hak yang sama di mata Tuhan. Terimakasih tak terhingga untuk Tuhan yang Maha Pemurah....

Jakarta, 5 Mei 2012 -- dan saya masih ingin menangis haru karenanya... Maaf, terlalu banyak kata luar biasa di sini, karena HIDUP TERLALU LUAR BIASA UNTUK DIANGGAP BIASA-BIASA SAJA.

 

 

--------------------------

Magical May 2012 - day 5 | Wealth

Friday, May 4, 2012

Sehat Itu Berkat

Hari Keempat,

Saya menjalani Magical May tak terasa sudah empat hari. Selama itu, saya kembali terbiasa untuk mengucap syukur dan berterimakasih atas apa yang telah Tuhan beri. Beban saya seperti berkurang dan langkah saya semakin ringan. Semacam memberi sugesti dalam diri agar saya tetap fokus hanya memasukkan hal-hal baik lalu menyaring segala bentuk --katakanlah, hal negatif untuk ada dalam hati saya. Belum sempurna, tetapi saya mulai bisa mengatur hal apa saja yang harusnya tetap dipertahankan dalam batin saya. Tugas kemarin memang saya akui lumayan berat. Berhubungan dengan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin saya ingat-ingat lagi karena beban dan goresan luka yang cukup dalam. Namun, akhirnya saya merasa lega akhirnya saya berhasil menuliskan, meskipun itu hanya bagian luar saja. Saya bersyukur untuk satu hari kemarin...

1. Kemarin malam, saya naik Patas AC yang kosong. Biasanya, saya sudah heboh sendiri berlari untuk mengejar bus padahal busnya sendiri sedang ngetem. Aneh, punya kebiasaan jelek seperti ini. Walaupun di waktu tertentu bagus juga kita bisa sedikit gesit. Tetapi semalam, saya berjalan cukup santai dan tenang. Terlalu terburu-buru dengan sesuatu, terkadang bisa membawamu kepada pilihan yang salah dan ketidakpuasan. Ada dua Patas, tapi saya tahu trik kondekturnya. Biar dia bilang kosong, jangan lantas percaya. Akal-akalan. Biasanya malah sudah penuh. Memang kosong, tapi di tengah (gang). Maka saya memilih untuk menunggu sebentar dan datang bus kedua yang benar-benar kosong. Ya tidak semua sih begitu, tapi mengingat saya punya track record sendiri dengan bus Patas ini, makanya saya tahu bus mana yang kosong, mana yang tidak.

2. Terimakasih untuk seorang, dua orang atau entah berapa lagi yang sepertinya memantau tweet-tweet saya. Terimakasih, artinya kalian masih peduli dan mempunyai waktu untuk (membaca tweet) saya. Saya membebaskan siapa saja untuk mengintip dan mengetahui apa yang saya tulis. Saya tidak berpikiran negatif, tapi pada dasarnya, (mungkin) saya masih punya arti untuk kalian. Terimakasih.

3. Blog saya ini dibaca oleh seseorang, yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Terimakasih untuk waktunya membaca tulisan saya. Pesan saya tersampaikan? Mungkin. Di sini saya tidak bermaksud untuk memberitahu kamu, saya hanya mengeluarkan apa yang harusnya dikeluarkan. Maaf juga, ya, untuk memakai nama dan foto. Sekarang saya edit dengan panggilan saya ke kamu sesuai permintaan. Iya, untuk privasi juga barangkali. Sebetulnya kaget juga, sih, tiba-tiba kamu kasih kabar baru baca tulisan saya. :D

4. Diberi uang buat ongkos sama Kakak. Hahaha... Terimakasih.

5. Saya bingung mau nulis apa lagi. Mungkin saya rekap jadi satu point ya. Ada lima: saya sehat, saya dan keluarga masih bisa makan dan minum cukup, pekerjaan saya kemarin tidak ada masalah yang berarti, dapat sate Padang dari kakak, dan tidur saya akhir-akhir ini selalu nyenyak dan ketika bangun badan saya segar. Terimakasih..

=======

Hari kelima, kali ini tentang kesehatan. Saya bersyukur kepada Tuhan, bahwa sejak kecil saya belum pernah sakit yang sampai pada level serius. Beberapa masalah kesehatan, kadang memang hinggap di tubuh saya. Tetapi tak menjadi hambatan untuk saya pribadi. Apalagi, semalam, kakak memberi kabar kalau Bude saya masuk rumah sakit di Jogja karena batu ginjal. Otomatis saya langsung bersyukur, bahwa keluarga kami dalam kondisi yang sehat. Sehat itu mahal harganya, begitu yang selalu Bapak bilang ke saya. Beliau bersama Ibu, adalah dua orang yang selalu memantau kondisi saya. Bapak, yang selalu tahu kalau badan saya mulai drop dan biasanya mengingatkan untuk banyak makan atau minum obat. Cuma, kadang-kadang saya yang terlalu ngeyel juga sih.

Dari kecil, saya memang agak bermasalah dengan gigi saya. Entah kenapa, dari mulai sakit ringan sampai gusi bengkak, kayanya sudah pernah saya alami. Paling parah bengkaknya itu waktu kelas 3 SMP. Muka saya seperti habis ditonjok orang. Bengkak, selama 3 hari. Hahaha... padahal, saat itu harus menjalani upacara Sakramen Krisma saya di gereja. Awalnya, saya merasa tidak siap aja dengan kondisi begitu. Namun, ada semacam dorongan yang besar dari dalam diri bahwa saya percaya setelah itu pasti sembuh. Semacam ngetest aja mungkin, pikir saya. Bodo amat deh, ngapain harus malu, toh saya harus tetap menerima Krisma daripada saya harus menunggu dua tahun lagi. Oh tidak. Malu nggak malu, saya berhasil melewati tahapan itu. Percaya gak? setelah pulang dari gereja bengkak saya mulai kempis dan tidak terasa sakit sama sekali. Puji Tuhan. Semacam mukjizat aja sih rasanya. Lalu, akhirnya diadakan "operasi" besar-besaran daerah mulut saya di dokter gigi. Hahaha, ada yang dicabut dan dibersihkan. Puji Tuhan, sampai sekarang, belum pernah lagi bermasalah dengan gigi dan gusi. Semoga tidak lagi. -- Sakit itu semacam sinyal bahwa mulai ada yang tidak seimbang dan sinkron dalam tubuh.

Terimakasih...

Terimakasih...

Terimakasih...

 

---------------------------

Magical May 2012 - day 4 | Health

Kembang Api

Taman kota dan lalu lalang pekerja ibukota selepas jam kerja. Dia senang sekali mengamati manusia-manusia yang melintas di depannya. Suara k...