Pages

Friday, January 14, 2011

Prolog

sebuah awal...
dalam gelap dan sepi, teruntuk Kecil

Halo, selamat pagi sedang apa kamu di situ? Pagi ini memang masih sama seperti pagi-pagi yang telah lalu. Hanya kini, kamu dan aku tak lagi bisa selalu menyapamu. Ini surat pertamaku sejak saat kita memutus suara untuk sama-sama pergi. Aku pernah berjanji, kan untuk menulis barang sekalimat dua kalimat agar kamu dan aku tetap berada dalam suatu alur komunikasi yang terus terhubung.
Maaf, baru kali ini aku berani menulis, sekadar menyapa dan memanggilmu, Kecil. Nama panggilan yang sampai hari ini masih terasa punya nyawa tersendiri dalam bilik hati. Butuh waktu bagiku hingga akhirnya luka, goresan atau patahan-patahan ini tak terasa begitu menyakiti. Kadang, ketika aku hampir mulai untuk menulis dan mengambil kertas serta pena, aku tak sanggup untuk menahan deras air mata yang tanpa sadar sering mengalir tak terbendung turun dari bola mataku. Semacam pedih, untuk sekadar menyapa dan membangkitkan lagi kenangan dan kehadiranmu dalam hidup serta hari-hari milikku.
Apa kabarmu disana, Kecil? Apakah sampai detik ini, kamu masih melibatkan aku dalam hari-harimu, mengenang kita untuk sepenggal waktu yang telah lalu? Aku tidak memaksa jika memang hari ini, ketika kau buka amplop coklat garis-garis yang kau terima, engkau telah bersama yang lain. Aku tidak kecewa. Pun aku tidak akan menitikkan lagi air mata. Kebahagiaanmu mungkin adalah bahagiaku, walau belum tentu kau juga peduli dengan diriku hari ini.
Ini bukan soal aku, atau siapapun yang tak ingin segera pergi. Surat ini adalah semacam janji, yang kau tahu tetap harus aku penuhi. Janji itu hutang menurutku. Sebisa yang aku tulis, walau itu bukan yang terbaik. Namun, semuanya terasa sampai dasar hati.
Tempat kita berbeda, tetapi masih di bawah langit yang sama. Kita hanya terpisah ratusan kilometer jarak yang walau bisa kutempuh dalam beberapa jam perjalanan akan membawaku kembali pada tempat kau berdiri saat ini. Demikian pun, aku tidak mau.
Aku lebih senang untuk melihatmu dari sini, hahaha... sesuatu yang bisa membuatku dianggap gila dan tak waras. Mana mungkin kamu terlihat dari tempat dan kota ku saat ini. Tidak masalah, karena yang terpenting dari semuanya adalah kamu tetap terlihat dan semakin nyata ketika aku melongok ke dalam sini. Di hati.
Di sana, bisa kutemukan banyak sekali cerita-cerita tentangmu. Senyummu, hela nafasmu, citra wajahmu, setiap hal yang pernah kita berdua lakukan. Itu sudah cukup.
Apakah di sana sekarang kamu bahagia? Sepertinya memang demikian yang aku lihat. Syukurlah, karena Tuhan tetap menyayangimu lebih dari yang kamu perlu.

Aku masih tetap akan menyapamu dan mengingatmu. Bahkan kalau kamu mengijinkanku, untuk tetap melibatkanmu dalam setiap hal, hari-hari yang membahagiakanku.
Cukup dulu surat dariku. Semoga kau tidak bosan untuk kembali membuka sebuah amplop coklat dan secarik kertas dengan tulisan yang sedikit tidak rapi, esok hari. Itu suratku. Aku berusaha untuk menemani dirimu dengan caraku dan setiap goresan pena dari tanganku.

Jangan bersedih, Kecil. Aku masih di sini jika kau perlu.


bertemu terang, dariku Edu.


====================
Edutria, 2011. Surat pertama untukmu dalam 30 hari ke depan.

No comments:

Post a Comment

Kembang Api

Taman kota dan lalu lalang pekerja ibukota selepas jam kerja. Dia senang sekali mengamati manusia-manusia yang melintas di depannya. Suara k...