Pages

Friday, July 15, 2011

Kepada Kamu,

Untuk N dimana pun kamu berada,

Apa kabar, N? Rasanya baru hitungan hari kita sama-sama tak lagi menancapkan kaki di satu tempat yang sama. Kita telah memisah, bukan lagi satu melainkan dua. Semacam rasa asing menyergapku, memerangkap kemampuanku untuk berpikir atau tak bergerak sama sekali. Hari ini, aku berjalan seperti robot yang sama sekali tak bisa merasa. Aku memang masih bisa tersenyum. Namun entahlah, apa arti dari lengkung yang dulu terasa indah di bibirku.
Semua memang sudah tak sama, sejak hari itu. Ketahuilah, aku berusaha untuk tetap berdiri meski aku kepayahan. Aku hanya ingin terlihat lebih kuat di depanmu dan menyimpan rapat-rapat luka yang menganga karena kehilanganmu.
Aku masih terperangkap dalam perasaan yang sama ketika kita masih ada, berdua, berjalan dalam satu tujuan. Ah, aku pikir itu hanya harapanku saja. Nyatanya kamu memutus untuk pergi ketika tahu bahwa aku menyimpan sedikit harapan untuk menjadikanmu yang teristimewa.
Aku sendiri tidak pernah merasa bahwa ini salah. Aku pun tidak akan pernah meminta maaf untuk sebuah rasa yang aku sadari bukan aku yang memilih semua ini.
Kehilangan itu hampir seperti hantu yang sering datang waktu malam hari. Aku tersergap sepi, aku sendiri.
Aku bukannya takut atau tak bisa berbuat apa-apa. Aku telah merelakan dirimu untuk pergi. Mencari sepotong hati dari orang lain yang kau ingini selain aku.
Pun aku tidak ingin menangis, menyesali semua hal yang tadinya aku pikir ini hanya egoku. Hidup itu tersusun dari pilihan-pilihan dan konsekuensi. Ke kanan, atau ke kiri.
Ah sudahlah, pergi sajalah. Lebih baik begini. Atau memang caramu merindukanku adalah memutus jauh dariku? Aku tak tahu.

N, terima kasih untuk waktu-waktu yang kita habiskan berdua dulu. Tak pernah ada sesuatu yang harus kita sesali. Hidup bukan perkara menyesali sebuah hal, hidup adalah belajar mengerti tentang sebuah rasa syukur.
Dimana pun kamu berada saat ini, N, semoga Tuhan selalu menjaga dan menerangi jalan mu. Aku titip doa pada-Nya dari sini. Tak terbatas lewat udara, kukirim sedikit rindu untuk sampai ke tempatmu.

Aku tidak ingin dirasa, atau dilihat. Aku ingin menyaru jadi udara, lalu angin yang akan berhembus untuk menyejukkan siangmu yang terik. Atau berubah jadi air lalu kau minum, sekedar membasahi tenggorokanmu yang kering.
Kini, aku telah membebaskan kamu pergi. Aku tidak ingin mengikat kamu lebih lama lagi. Suatu hari, entah kapan, aku percaya kita akan bertemu lagi.
Semoga kita menjadi seorang manusia yang baru, dan lebih baik dari hari ini. Untuk hatiku, jangan kau cemaskan itu. Aku lebih dari siap sejak pertama kali. Kusimpan semua di sini, lalu nanti akan aku kunci.

Sampai jumpa, Nan.
Salam hangat untuk seseorang yang ada di sampingmu.
Semoga ia bisa mencintaimu, lebih baik dari aku dengan caranya.


===================
Edutria, 2011. Sampah kata-kata. Sendiri juga bingung ini surat arahnya kemana. Tidak jelas. Hahaha... :)

3 comments:

Kembang Api

Taman kota dan lalu lalang pekerja ibukota selepas jam kerja. Dia senang sekali mengamati manusia-manusia yang melintas di depannya. Suara k...