Hujan. Basah. Kadang menggenang. Aku suka bau tanah setelahnya. Alami, apalagi dinikmati sambil menyeruput segelas teh atau kopi.
Oh ya… aku punya sedikit kenangan. Setelah hujan di desa, suatu ketika. Aroma kayu hutan, pohon-pohon dan dedaunan sungguh menentramkan jiwa. Aromaterapi untuk yang luka atau ingin mencari bahagia. Aku ingin kesana. Tapi, malam ini juga?
Aku serasa berdiri di antara pepohonan pinus yang rindang dan basah. Hmmm… wangi damar. Hijau daunnya yang bak jarum, runcing walau tak tajam, kembali jadi penyegaran untuk kedua mataku.
Kulihat rerumputan, seperti pagi hari ketika embun membasahi. Tidak terlihat layu atau bahkan tampak mati.
Oh, hujan. Satu lagi… Ya, cukup satu, aku ingin diberi. Malam ini bisakah aku minta pelangi? Tanpa matahari bisakah kau tetap berbagi? Aku cuma minta pelangi di hati. Itu saja.
Karena, lihat… bunga-bunga hatiku seakan tidak terlalu indah ketika pelangi belum datang untuk memperlengkapi.
Terima kasih hujan, kalau kau mau mendengar pintaku yang sederhana ini. Sesederhana hatiku yang menggoreskan mimpi kala hujan waktu itu turun sore hari…
-@edutria
===========
saya menulis cerita ini, jumat 04 juni 2010 ketika tengah malam tanpa bintang ataupun bulan, hanya terdengar rintik hujan dan guntur yang bersahut-sahutan. Terbatas dan bersambung dalam 140 karakter sebuah akun twitter @edutria
gambar saya pinjam dari sini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Kembang Api
Taman kota dan lalu lalang pekerja ibukota selepas jam kerja. Dia senang sekali mengamati manusia-manusia yang melintas di depannya. Suara k...
-
Pocari Sweat Tahukah Anda, setelah beraktivitas banyak elektrolit dan ion tubuh yang keluar melalui keringat? Minum air pun tidaklah cuku...
-
Taman kota dan lalu lalang pekerja ibukota selepas jam kerja. Dia senang sekali mengamati manusia-manusia yang melintas di depannya. Suara k...
-
Kenangan Terindah - Samsons Aku yang lemah tanpamu Aku yang rentan karena Cinta yang t'lah hilang Darimu yang mampu menyanjungku ...
No comments:
Post a Comment