Ada indah di setiap pindah,
begitu katanya. Lalu saya bertemu denganmu. Hidup seperti mencukupkan dengan hadirmu dan menggenapkan karena adamu. Sesederhana itu, pikir saya. Seorang teman berkata lain, "itu nggak sederhana. Itu mewah." Begitu katanya.
Saya kembali berpikir beberapa saat, benar apa yang teman saya bilang barusan. Kesederhanaan sebuah kehadiran yang terasa mewah. Setidaknya itu berlaku untuk saya setelah beberapa lama mengusahakan dan berproses dengan setiap kejadian -- naik turun -- yang pernah hampir membuat saya menyerah dan berhenti.
Memutuskan pindah dari sesuatu terkadang membutuhkan nyali yang tidak sedikit. Butuh lebih dari sekadar niat untuk tetap bergerak dan bukannya berhenti. Apalagi ketika yang berpindah adalah urusan hati. Aih, rasanya saya pernah mau mati dengan segala prosesnya. Langkah yang sudah terseok-seok musti tersuruk jatuh entah oleh apa. Namun, saya memilih untuk kembali berdiri dan meneruskan jalan. Alih-alih langkah saya besar-besar atau berlari, saya menikmati setiap perjalanannya. Rasa sakit, kecewa, lalu senang bukan kepalang. Selama tidak berhenti bergerak, pikir saya. Bukankah semua akan terasa lebih dekat ketika kita tetap melangkah dan tidak jalan di tempat? Dekat pada tujuan saya, entah siapa.
Lalu semuanya berujung pada sosokmu. Seorang yang sederhana dan bahkan tak pernah terpikir sebelumnya. Saya hanya bisa merasakan. Hadirmu seperti kata FINISH ditulis besar-besar di setiap akhir lomba lari, yang tidak peduli saya menang atau kalah tetapi adamu di ujung lintasan adalah kebahagiaan itu sendiri.
Terimakasih untuk saat-saat terberat yang pernah ada dan kamu di samping saya. Terimakasih untuk kedua kuping yang tak juga lelah mendengar cerita-ceritanya. Terimakasih untuk kesempatan mengenalmu lebih jauh. Terimakasih karena akhirnya saya bangun dari mimpi dan sadar bahwa bahagia tak selalu jauh dari sisi saya. Kamu.