...Sebuah keputusan selalu membawa keputusan yang lain...
Desember ini, setahun yang lalu..
Sebuah operasi di kaki, obrolan dua manusia, dan rentang jarak.
Jakarta, Solo, dan Bandung. 3 kota yang tanpa sengaja mempertemukan sepasang manusia.
Kita belum saling mengenal saat itu. Kemudian, basa-basi mulai mengalir menemani perkenalan kita.
Berbicara tentang entah dan apapun, menjadi sebuah awal cerita ini. Di mulai dari bangsal rumah sakit.
Tak perlu waktu lama hingga akhirnya kita mulai akrab satu sama lain.
Menghabiskan sepanjang hari dengan serangkaian terapi, dan aku membantu menyemangatimu.
Kami memang punya banyak kesamaan. Setidaknya, kami sama-sama beruntung karena dipertemukan.
Kau mulai gusar ketika bosan menghinggapi hari-harimu yg penuh jadwal terapi. "Kapan aku sembuh, Dul?" katamu.
"Segera, kau akan sembuh. Jangan kau isi pikiranmu dengan ketakutan-ketakutanmu. Semua akan berjalan baik." hiburku.
"Dengan tongkat ini, Dul? Ah aku masih belum siap. Bahkan kini aku tak bisa lagi berlari."
Hei, kau ini anak yang kuat setahuku. Kalah dan malu hanya karena tongkat? Ini sementara, Win. Bukan selamanya. Kau mau cepat sembuh?
"Tapi, Dul.." Kau dengan cepat memotong kalimatku.
Kau ini. Masih ada aku yang siap membantu kapan kau mau. Masih juga malu? Tidak, tak seorang pun yang menjatuhkan mentalmu.
Sudah. Pakai tongkatmu. Kalau masih mampu berdiri tegak dengan semua yang terjadi. Aku rasa, itu bukanlah sebuah beban. Tuhan tidak pernah memberikan ujian lebih daripada kemampuan umatnya.
"Kau terlalu banyak ceramah, Dul. Kebiasaan burukmu yang sok tahu." Win ganti mengomel.
Haha, aku tidak ceramah. Kalau ceramah itu enak, dibayar. Lah aku? Ditimpukin sendal sama kamu, Win.
Sudah. Belajar jalan pakai tongkatmu. Satu bulan, tak lebih kau bisa lepas alat itu. Dan besok, kau boleh pulang, kan?
Tapi, aku malu, Dul.
Kalau malu, potong saja kakimu. Kita bertukar kaki. Kamu mau?
Bagi kami, obrolan dan perdebatan sengit di sebuah kamar rumah sakit itu semakin membuat kami paham satu dengan yang lain, menumbuhkan getar dan geletar yang terasa aneh dalam benak kami berdua. Kalian mungkin akan tahu, perasaan seperti apa yang ada pada kami berdua.
Yah, kau ini periang dengan kadar humor yang cukup bagus. Walaupun di satu waktu, emosi tinggi jadi ciri khasmu.
Memang, tak selamanya aku bisa menjagamu seperti ketika aku menemani hari-harimu dengan obrolan ringan di sebuah bangsal rumah sakit di kota Solo itu.
Kita harus melanjutkan kembali hidup yang kemarin mungkin sempat tertahan oleh sebuah tombol 'PAUSE'. Tidak juga kebetulan, karena itu telah digariskan Tuhan.
...dan kita berjalan menuju kota masing-masing walau kita pun sama-sama tahu ini bukan perpisahan.
Ternyata, Jakarta - Bandung itu kemudian terasa tak berjarak sama sekali ketika kita kembali dari Solo. Bangsal rumah sakit itu.
Walau kadang masih terbersit rindu, kita mulai terbiasa dengan perubahan yang terjadi.
Aku yakin, bahwa rindu adalah perasaan seolah ditarik sesuatu yang terkadang sampai memeram air mata.
***
Sebuah pertemuan (kembali) di hari minggu
Tak terasa hari itu, Minggu ketika keretaku bergerak melambat setelah 3,5jam perjalanan dari Jakarta dan kini sampai di Bandung.
Bukan perjalanan membosankan. Aku menikmatinya. Sengaja kupilih kereta dengan jadwal paling pagi agar aku masih bisa merasakan sisa-sisa keindahan dari terbitnya fajar dan segarnya udara lewat gerbong-gerbong kereta yang hari itu tampak tak begitu ramai; walau juga tak bisa dikatakan sepi.
Mungkin tingkahku kemudian di Stasiun Bandung membuatmu menahan tawa.
Iya, tenang saja. Aku selalu ingat bagaimana aku bisa salah berjalan keluar dari stasiun lewat pintu yang tidak seharusnya. Kau di ujung sana sedang aku berdiri mematung di sebuah pintu keluar yang lain.
Kau ingat? Itu seminggu sebelum natal tiba. Seperti hari ini. Walaupun lebih beberapa hari kali ini.
Akhirnya, kita sama-sama membuat sebuah janji. Semacam resolusi. Demikian orang lain biasa menyebutkan.
Dua buah surat, 26 Desember 2009. Suratku, suratmu, surat kita yang melebur jadi satu. Terima kasih boleh mengenal dirimu.
...aku sayang kamu...
***
Selalu ada hal-hal manis untuk dikenang dari sebuah cerita. FIN.
==================
Edutria, 2010. hampir setahun Hidup Itu Indah -a personal blog.
Win, seseorang dibalik
Hidup Itu Indah, blog yang sedang kalian baca ini; membantu saya menggali inspirasi. Dia intisari dari apa, bagaimana, dan semua yang telah saya tulis.
Ada nama lain yg menjadi inspirasi tulisan saya sampai saat ini. Kecil, sosok sederhana yang membius saya untuk menulis segala hal tentang hidup.
Entah mana yang berpengaruh kuat terhadap tulisan saya, tapi Win menjadikan seutuhnya diri saya tanpa terjebak kumparan aneka peristiwa dengan luka masa lalu.
Surat Antar Dua Orang Sahabat adalah kesimpulan yang mengagumkan dari berbagai macam obrolan di bangsal rumah sakit. Akhirnya. Postingan pertama, sejak blog ini resmi saya publikasikan untuk umum.
Sekian. Selamat beraktifitas kembali.
Ps: kau yang disana, suatu saat kau akan mengerti :)