Pages

Thursday, October 9, 2014

Lelaki yang Tak Pernah Kembali Pulang

100_3743Dua orang yang saling jatuh cinta. Pojok kafe sepi di dalam sebuah stasiun. Aroma kopi menguar samar sedang musik mengalun lembut melalui pengeras suara yang terpasang menyebar sekeliling ruangan.

Dua pasang mata saling menatap, saling memandang setelah ratusan hari terlewat begitu saja tanpa sapa atau kabar berita. Hanya diam seakan menjadi perantara untuk mereka.

Tatapan matanya masih sama seperti hari ketika aku meninggalkannya pergi. Teduh dan membuatku nyaman untuk tinggal atau sekadar meresapi keheningan di dalamnya. Bukan salahnya atau bisa jadi ini kesalahanku.

Senyumnya tetap terasa seperti oase yang begitu aku rindukan. Membasahi hati yang terlalu lama kering setahun kemarin. Kataku kepadanya. Sejak ia memilih pergi dari hari-hariku. Meniadakan adaku dengan laki-laki lain. Aku tetap di sini, menanti entah apa dan kapan akhirnya aku bertemu muka sekali lagi dengannya.

Musik berganti, satu lagu ke lagu lainnya. Seolah-olah detik waktu sengaja dibiarkan tertambat oleh sesuatu. Dua manusia yang akhirnya jengah saling menatap tanpa kata-kata. Seketika hangat, ketika pelukan lelaki itu merengkuh seseorang di depannya. Mata mereka sendu. Hanya kerinduan dan penyesalan begitu dalam yang ingin dituntaskan. Belahan jiwanya ada di situ.

"Kembalilah. Pulang ke tempat seharusnya kamu berada saat ini. Bukan aku, bukan juga di sini. Katakanlah kamu sudah memilih tempatmu pulang, meski saya tahu kalau itu bukan hatiku."

"Tetapi saya mencintaimu..."

"Cinta atau tidak adalah satu hal, dan perkara memiliki adalah hal yang lain. Pulang dan belajarlah menerimanya. Seseorang yang pada saat itu telah kau pilih."

"Dan kamu?"

"Saya mencintaimu. Namun saya memilih untuk tidak kembali pulang kepadamu. Saya hanya ingin membebaskan kemana saja cinta ini ingin pergi. Entah pada akhirnya ia menemukan rumah jiwanya atau tidak sama sekali. Saya belajar bahagia dengan apa yang saya punya. Meski saya tahu, salah satu bahagiaku adalah bersamamu."

Pelukan lelaki itu mengendur dan ia mengecup kening belahan jiwanya lembut. Meresapi setiap jengkal dan membaui wangi yang masih sama setahun lalu.

"Sampai jumpa lagi,"

Lelaki yang tadi dipeluknya beranjak meninggalkan kafe. Dia tersenyum dari jauh melihat seseorang yang begitu dicintai pergi bersama kekasihnya. Bukan dia.

Pertemuan-pertemuan yang tidak ada lagi setelahnya. Lelaki yang hanya mampu tersenyum itu sudah memilih pergi.

Kembang Api

Taman kota dan lalu lalang pekerja ibukota selepas jam kerja. Dia senang sekali mengamati manusia-manusia yang melintas di depannya. Suara k...